SEMARANG – Kepercayaan publik terhadap layanan transportasi umum Trans Semarang kembali diuji. Dalam waktu berdekatan, dua insiden tragis melibatkan armada Trans Semarang menelan korban jiwa.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang pun angkat bicara, mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap kinerja operator dan sistem pengawasan sopir di lapangan.
Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang, Dini Inayati, menilai serangkaian kecelakaan itu sebagai tanda lampu merah bagi sistem pelayanan publik yang selama ini berjalan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini menjadi tamparan keras bagi sistem pelayanan publik kita. Evaluasi menyeluruh terhadap operator harus segera dilakukan. Kita tidak bisa mentolerir jika masih ada sopir yang ugal-ugalan di jalan,” ujar Dini di Semarang, dilansir dari antara pada Rabu (16/7).
Sorotan itu muncul setelah insiden tragis pada Kamis (10/7) lalu. Seorang penyeberang jalan, Sulasmi, tewas ditabrak armada feeder Trans Semarang di Bundaran Klipang.
Korban diketahui aktif sebagai Ketua Pokja 1 PKK RW di wilayah Sendangmulyo, dikenal berdedikasi dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Bahkan, almarhumah wafat dalam keadaan sedang berpuasa.
“Saya menyampaikan duka yang sangat mendalam. Bu Lasmi bukan hanya korban kecelakaan, tapi juga simbol perempuan yang mengabdi tanpa pamrih di tengah masyarakat,” imbuh Dini.
Tak sampai di situ, dua hari sebelumnya, kecelakaan lain melibatkan bus BRT Trans Semarang yang menabrak truk crane milik PLN.
Truk tersebut sedang memperbaiki instalasi listrik di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Ungaran Barat. Sopir truk dinyatakan meninggal dunia di lokasi kejadian.
Dini menegaskan bahwa pengawasan terhadap sopir, baik dari armada utama maupun feeder, selama ini masih longgar. Padahal, kata dia, Pemerintah Kota Semarang telah menggelontorkan anggaran besar melalui skema pembayaran per kilometer tempuh kepada operator.
“Semua kilometer tempuh, semua ritase, sudah diperhitungkan. Maka tidak boleh ada alasan soal dikejar target atau jam istirahat. Ini bukan hanya soal teknis operasional, ini soal nyawa manusia,” tegasnya.
Ia menyebutkan, Komisi C DPRD Kota Semarang dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan dan BLUD Trans Semarang untuk menuntut pertanggungjawaban operator serta mengevaluasi sistem pelatihan dan pengawasan terhadap pengemudi.
“Serta, memastikan adanya perbaikan menyeluruh, baik dari sisi driver, pengawasan di lapangan, maupun manajemen keselamatan transportasi lainnya,” tambahnya.
Dini mengajak semua pihak menjadikan peristiwa ini sebagai momentum pembenahan secara serius terhadap layanan transportasi publik di Semarang.
“Kita tidak boleh hanya sibuk menyelesaikan dampaknya. Yang utama, kita harus cegah sejak awal. Evaluasi menyeluruh terhadap operator dan pembenahan sistem adalah langkah nyata agar tragedi serupa tidak terulang,” pungkasnya.