RAJA AMPAT – Rencana pembangunan pabrik pengolahan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan, Selasa (10/6).
Proyek yang digadang-gadang akan mendongkrak ekonomi lokal ini justru dianggap sebagai ancaman serius bagi salah satu kawasan laut paling kaya biodiversitas di dunia.
Tambang Bisa Timbulkan Kerusakan Panjang
Nasir Fakhrudin, peneliti lingkungan dari Sygma Research and Consulting, mengingatkan agar proyek tambang tak menjadi bumerang yang menghancurkan ekosistem laut dan mengorbankan masyarakat adat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Raja Ampat adalah pusat keanekaragaman hayati laut yang sangat penting bagi dunia. Aktivitas tambang nikel bisa menimbulkan kerusakan jangka panjang, bukan hanya polusi, tetapi juga merusak terumbu karang dan ekosistem pesisir yang menopang kehidupan masyarakat adat,” ujar Nasir.
Meski mengakui potensi ekonomi dari industri nikel, Nasir menekankan perlunya pendekatan ekstra hati-hati. Ia menyebut, tanpa transparansi dan prinsip keberlanjutan, proyek ini hanya akan meninggalkan jejak kerusakan.
“Kami paham nikel bisa menjadi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya generasi muda. Namun, prosesnya harus dilakukan dengan sangat hati-hati, transparan, dan berkelanjutan agar tidak mengorbankan lingkungan dan kehidupan adat,” tambahnya.
Pengawasan Ketat Harus Jadi Agenda Utama
Pemerintah melalui Menteri Investasi Bahlil Lahadalia telah menyatakan bahwa kawasan konservasi tetap aman dan kegiatan tambang akan diawasi secara ketat. Namun, Nasir menyebut pernyataan itu harus dibuktikan dengan aksi nyata.
“Kajian lingkungan yang independen dan partisipatif adalah kunci agar pembangunan tidak merusak alam dan tetap berkelanjutan. Raja Ampat harus menjadi contoh harmoni antara manusia dan alam, bukan korban industrialisasi,” tegasnya.
Ia kemudian menyoroti model pertambangan di Swedia sebagai rujukan. Negara tersebut, kata Nasir, sukses menyelaraskan industri ekstraktif dengan nilai-nilai ekologis dan budaya lokal.
“Kita bisa belajar dari Swedia yang telah menerapkan strategi pertambangan yang ramah lingkungan, berbudaya, dan terintegrasi dengan sektor lainnya. Indonesia perlu meniru langkah ini dengan kajian mendalam dan komprehensif agar bisa mendapatkan manfaat ekonomi tanpa harus merusak lingkungan,” jelasnya.
Penguatan Pariwisata, Fondasi Ekonomi Hijau
Sebagai jalan tengah, Nasir merekomendasikan penguatan sektor pariwisata berkelanjutan dan peningkatan kapasitas masyarakat lokal sebagai fondasi ekonomi hijau di Raja Ampat.
“Membangun Raja Ampat seharusnya mengedepankan pelestarian. Pariwisata berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat lokal harus menjadi prioritas agar ekonomi dan lingkungan dapat berjalan seiring,” pungkas Nasir.