Di Ujung Ombak: Melodi Bahagia dan Gelisah Anak Kepulauan 

- Publisher

Jumat, 22 Agustus 2025 - 12:18 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Rifki Hidayat

Rifki Hidayat

*Oleh: Rifki Hidayat, (Kord. Wilayah Banbaru AMG).

 

KOLOM – Hidup sebagai anak kepulauan sering kali merasakan dua rasa yang saling bertolak belakang: bahagia dan gelisah.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di satu sisi, ada sebuah kebahagiaan yang lahir dari kedekatan kita dengan alam. Laut biru menjadi halaman rumah, suara ombak menjadi musik pengantar tidur, udara segar yang jarang ditemui di perkotaan menjadi teman sehari-hari.

Kehidupan yang begitu sederhana dengan ikatan sosial yang kuat antar warga menumbuhkan rasa memiliki yang begitu hangat.

Baca Juga :  Makna Pengorbanan Pada Sesama di Hari Raya Idul Adha 1446 H

Anak pulau belajar sejak kecil tentang kemandirian, keteguhan, dan bagaimana mensyukuri setiap pemberian alam, mulai dari ikan yang ditangkap oleh para nelayan di laut, hingga hasil panen jagung yang dinikmati bersama keluarga. Kebahagiaan seperti itu tumbuh dari kedekatan dengan akar budaya dan tradisi yang masih terjaga.

Namun, di sisi lain, ada sebuah kegelisahan yang tak pernah benar-benar hilang. Akses pendidikan di kepulauan seringkali menghadapi tantangan seperti kondisi geografis yang sulit dijangkau, kurangnya infrastruktur yang memadai, dan keterbatasan akses terhadap teknologi dan guru berkualitas, kesehatan di kepulauan sangat minim, kurangnya peralatan medis, terutama dokter spesialis, ini menjadi masalah serius di daerah kepulauan, sehingga hal ini sering menjadi bayang-bayang masa depan anak kepulauan dan masyarakat.

Baca Juga :  Merayakan Semangat Emansipasi: Makna Hari Kartini di Era Modern

Banyak anak kepulauan yang harus berlayar jauh hanya untuk bersekolah lebih tinggi atau mendapatkan perawatan medis, Pekerjaan dikepulauan yang begitu terbatas juga mendorong sebagian generasi muda untuk meninggalkan pulau, menimbulkan rasa kehilangan dan kekhawatiran akan terkikisnya identitas lokal.

Selain itu, ancaman perubahan iklim dan kerusakan ekosistem laut membuat masa depan mereka semakin tidak pasti.

Maka, hidup sebagai anak kepulauan ibaratkan berdiri di persimpangan, di satu sisi bahagia karena hidup dikelilingi keindahan dan kedamaian, di sisi lain gelisah karena harus menghadapi keterbatasan dan ketidakpastian.

Baca Juga :  Demokrasi Kampus Terabaikan: Mahasiswa IAIN Madura Tuntut Transparansi

Bahagia dan gelisah itu bukanlah pertentangan, melainkan warna yang membentuk keutuhan hidup mereka.

Barangkali dari persinggungan dua rasa inilah lahir kekuatan anak kepulauan untuk terus bertahan, bermimpi, dan berjuang sampai darah penghabisan.

Follow WhatsApp Channel timesin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Refleksi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 80: Migas Sumenep, Siapa Diuntungkan?
Komisi Informasi: Seleksi, dan Nyinyir yang Tak Pernah Usai
Madura di Persimpangan Jalan: Menjadi Provinsi atau Tetap Bersama Jawa Timur?
Dana yang Menguap pada Hukum yang Mengendap: Drama Panjang BSPS
DPRD Bukan Lembaga Wisata, APBD Bukan Tiket Pelesiran
Berpikir Kritis: Mengakui Kekurangan Sebagai Strategi Kemajuan Pendidikan Islam
Dari #KataBisaUntag Mencerminkan Motivasi di Era Digital
Ketika Tabarruj Dianggap Biasa: Saatnya Kita Bertanya

Berita Terkait

Jumat, 22 Agustus 2025 - 12:18 WIB

Di Ujung Ombak: Melodi Bahagia dan Gelisah Anak Kepulauan 

Selasa, 19 Agustus 2025 - 17:11 WIB

Refleksi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 80: Migas Sumenep, Siapa Diuntungkan?

Senin, 18 Agustus 2025 - 09:18 WIB

Komisi Informasi: Seleksi, dan Nyinyir yang Tak Pernah Usai

Rabu, 30 Juli 2025 - 16:42 WIB

Madura di Persimpangan Jalan: Menjadi Provinsi atau Tetap Bersama Jawa Timur?

Rabu, 30 Juli 2025 - 14:36 WIB

Dana yang Menguap pada Hukum yang Mengendap: Drama Panjang BSPS

Berita Terbaru

You cannot copy content of this page