Di Tengah Amarah Rakyat dan Bara Api, Kohati Surabaya Menyerukan Akal Sehat: Jangan Bakar ‘Rumah’ Kita Sendiri

- Publisher

Senin, 1 September 2025 - 20:24 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

*Oleh: Septiyani, S.E , (Ketua Umum Kohati Cabang Surabaya 2025-2026 ) dan Zafirah Haezah Hazrati Muftin, (Kepala Bidang Kajian dan Advokasi Kohati Surabaya 2025-2026)

 

KOLOM – Akhir Agustus 2025, langit di berbagai kota di Indonesia tampak kelabu, bukan hanya oleh awan, tetapi juga oleh asap dari fasilitas publik dan gedung pemerintahan yang terbakar.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jalanan yang seharusnya menjadi urat nadi perekonomian, kini menjadi panggung luapan amarah rakyat yang tak lagi terbendung.

Septiyani, S.E selaku Ketua Umum Korps HMI-Wati (Kohati) Cabang Surabaya 2025-2026 memandang situasi genting ini dengan duka dan keprihatinan yang mendalam. Amarah itu memiliki alasan, namun jalan yang ditempuhnya kini berada di persimpangan yang berbahaya.

Zafirah Haezah Hazrati Muftin, selaku Kepala Bidang Kajian dan Advokasi Korps HMI-Wati (Kohati) Cabang Surabaya 2025 – 2026 juga turut menyayangkan aksi anarkis yang ditujukan kepada tempat-tempat yang tidak semestinya, sehingga dipandang telah melenceng dari tujuan awal demonstrasi yaitu DPR RI.

Kami memahami, bahkan merasakan, betapa beratnya himpitan yang kini melanda masyarakat. Namun, sebagai insan akademis dan organisatoris, kami merasa terpanggil untuk mengajak semua pihak berhenti sejenak, berpikir jernih, dan tidak membiarkan emosi membakar habis nalar dan masa depan kita bersama.

Baca Juga :  Di Ujung Ombak: Melodi Bahagia dan Gelisah Anak Kepulauan 

Akar Masalah: Ketika Kontrak Sosial Dikhianati

Luapan amarah ini lahir dari akumulasi kekecewaan panjang dan rasa keadilan yang terkoyak. Perekonomian negara berada di bawah tekanan berat, kontraksi penerimaan memaksa efisiensi anggaran besar.

Pembatalan proyek strategis menutup peluang kerja, rakyat diminta berkorban. Permintaan ini wajar, asal pengorbanan ditanggung adil dari atas hingga bawah.

Namun, kenyataannya berbeda. Ironi paling menyakitkan terjadi di Senayan dan kantor pemerintahan daerah. Saat rakyat menanggung beban hidup berat, DPR justru menaikkan gaji dan tunjangan mereka. Kebijakan diperparah dengan lonjakan pajak.

Rakyat makin geram di saat demonstran Indonesia marak turun ke jalan wakilnya malah euforia berwisata keluar negeri, hingga mengolok demonstran dan menunjukkan arogansi tanpa empati.

Kondisi ini mencerminkan disonansi kebijakan yang mengkhianati nurani publik. Lebih dari persoalan finansial, hal ini melanggar kontrak sosial fundamental pemerintah dan warganya.

Rakyat merasa memberi mandat dan pajak, tetapi dibalas beban berat sementara elite menikmati privilege. Rasa dikhianati inilah yang membakar gelombang protes yang kini mencuat di seluruh negeri.

Eskalasi Digital dan Para Penunggang Gelap

Demonstrasi yang awalnya merupakan kanal aspirasi yang sah, menjadi medan kekacauan setelah jatuh korban sipil akibat tindakan represif aparat. Di era digital, video kekerasan menyebar cepat, mengaduk emosi publik.

Baca Juga :  BEM Banten dan Siswa Demo SMAN 4 Serang

Pernyataan seorang anggota DPR yang dianggap meremehkan semakin memperkeruh keadaan, potongan videonya viral, dibagikan jutaan kali, menciptakan ruang gema kemarahan masif tanpa jeda berpikir.

Namun, di tengah amuk massa tulus, Kohati Surabaya mencermati pola janggal dan mencurigai penunggang gelap. Mereka bukan sekadar provokator, melainkan aktor intelektual sistematis: kelompok politik ingin mendelegitimasi pemerintah, anarko-kriminal haus kehancuran, atau kepentingan korporasi di balik layar.

Mereka menyusup, memantik api, menyebarkan disinformasi, lalu menghilang, meninggalkan demonstran sejati menanggung citra buruk

Kalkulasi Pahit Pasca-Anarki: Siapa yang Akan Membayar Tagihannya?

Inilah titik di mana akal sehat harus digunakan. Jika anarkisme terus berlanjut, kerugian terbesar ditanggung rakyat, terutama perempuan, anak-anak, dan kelompok rentan.

Fasilitas publik dan aset negara yang dibakar harus dibangun kembali dengan biaya triliunan dari APBN, uang pajak rakyat yang seharusnya untuk pendidikan dan kesehatan.

Kerusakan tersebut memunculkan ancaman krisis ekonomi lebih dalam. Pemerintah terjebak dua pilihan buruk: menambah utang luar negeri atau mencetak uang besar-besaran.

Opsi terakhir melahirkan hiperinflasi, membuat rupiah anjlok dan harga pokok meroket. Mahasiswi kesulitan membeli buku, ibu tak mampu beli susu, rakyat kian terhimpit.

Seruan Introspeksi dan Arah Perjuangan

Melihat kompleksitas ini, Septiyani, S.E selaku Ketua Umum Kohati Cabang Surabaya 2025-2026 mengajak seluruh elemen bangsa, terutama kawan seperjuangan di jalanan, untuk introspeksi diri.

Baca Juga :  Dana yang Menguap pada Hukum yang Mengendap: Drama Panjang BSPS

Mari ambil jeda dari amarah agar berpikir jernih. Perjuangan menuntut energi panjang, bukan ledakan sesaat. Kita harus menjaga rumah, keluarga, dan lingkungan dari dampak kekacauan.

Kita kembali ke niat awal: memperjuangkan keadilan dan hak rakyat. Perjuangan belum selesai, mari bersatu padu, merapatkan barisan, dan mengubah amarah menjadi energi positif untuk mengawal tuntutan secara bijak.

Aspirasi ini akan diantarkan hingga pintu DPR, dikawal sampai kemenangan ada di tangan rakyat. Suara kita tidak akan bungkam!

Mundur dan berpikir jernih bukan berarti mengakui diri kalah kemudian menarik diri, bersikap acuh tak acuh pada kebijakan. Melainkan merumuskan kembali arah perjuangan secara efektif yang akan berdampak langsung pada hasil demonstrasi.

Ini juga berarti kita menyimpan lebih banyak energi untuk fokus pada tujuan, bukan hal remeh temeh yang kurang penting.

Sebagai perempuan dan kader Kohati, kami percaya perempuan berperan strategis menjaga nalar bangsa. Dalam situasi panas, rasionalitas dan empati harus dikedepankan. Kita terbiasa memikirkan dampak bagi keluarga dan generasi.

Mari bawa kearifan itu ke jalanan, menyalurkan amarah menjadi kekuatan konstruktif, bukan alat mereka yang berniat buruk menghancurkan rumah kita.

Bahagia HMI, Jayalah Kohati!

Follow WhatsApp Channel timesin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Antara Optimis dan Pesimis di Negeri Konoha
Janji Presisi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo?
Ketika Negara Gagal Mendengar
Rokok Ilegal di Sumenep, Antara Tingginya Cukai dan Pendapatan Masyarakat
Di Ujung Ombak: Melodi Bahagia dan Gelisah Anak Kepulauan 
Refleksi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 80: Migas Sumenep, Siapa Diuntungkan?
Komisi Informasi: Seleksi, dan Nyinyir yang Tak Pernah Usai
Madura di Persimpangan Jalan: Menjadi Provinsi atau Tetap Bersama Jawa Timur?

Berita Terkait

Senin, 1 September 2025 - 20:24 WIB

Di Tengah Amarah Rakyat dan Bara Api, Kohati Surabaya Menyerukan Akal Sehat: Jangan Bakar ‘Rumah’ Kita Sendiri

Sabtu, 30 Agustus 2025 - 19:05 WIB

Antara Optimis dan Pesimis di Negeri Konoha

Sabtu, 30 Agustus 2025 - 01:57 WIB

Janji Presisi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo?

Jumat, 29 Agustus 2025 - 21:05 WIB

Ketika Negara Gagal Mendengar

Kamis, 28 Agustus 2025 - 11:14 WIB

Rokok Ilegal di Sumenep, Antara Tingginya Cukai dan Pendapatan Masyarakat

Berita Terbaru

Ekonomi

AGENDA EKONOMI SETELAH KRISIS

Senin, 1 Sep 2025 - 19:25 WIB

You cannot copy content of this page