Dari Tamansiswa ke Tamansiksa: Saat Mahasiswa UST Tak Lagi Bebas

- Publisher

Jumat, 20 Juni 2025 - 12:39 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Timesin, Yogyakarta – 19 Juni 2025, Lembaga kemahasiswaan di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST), yang seharusnya menjadi inkubator pemikiran kritis dan politik kampus, kini dinilai kehilangan ruh perjuangannya.

Kebebasan berpendapat, berpikir, dan berkegiatan yang seharusnya dijamin oleh konstitusi, justru terkungkung oleh tekanan birokrasi kampus. Hal ini terungkap dalam dialog terbuka bertajuk “Refleksi Gerakan Mahasiswa: Dari Tamansiswa untuk Indonesia”, yang digelar oleh sekelompok mahasiswa lintas angkatan dan menghadirkan dua mantan Ketua MMU (Majelis Mahasiswa Universitas), Indria Febriansyah (2010–2012) dan Dino (2018).

Dalam dialog tersebut, Indria Febriansyah dengan tegas menyuarakan kekecewaannya atas kondisi lembaga mahasiswa di UST saat ini. Ia menilai bahwa lembaga mahasiswa yang seharusnya menjadi wadah perjuangan kepentingan mahasiswa, kini justru menjadi perpanjangan tangan birokrasi.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

> “Lembaga mahasiswa adalah inkubator politik kampus. Mereka harusnya bebas, merdeka, dan mampu menjadi corong kepentingan mahasiswa serta rakyat. Tapi hari ini, di UST, lembaga mahasiswa dipaksa tunduk. Mereka diintimidasi, ruang geraknya dipersempit, hingga kehilangan keberanian untuk bersuara. Ini bukan hanya kemunduran demokrasi kampus, tapi juga penghianatan terhadap ajaran Ki Hadjar Dewantara,” tegas Indria dalam forum tersebut.

Baca Juga :  Aliansi Masyarakat Pendukung Presiden Prabowo Sampaikan Pernyataan Sikap di Monas

Lebih lanjut, Indria menyinggung filosofi pendidikan Tamansiswa yang menempatkan peserta didik sebagai subjek utama. Dalam pandangannya, kondisi terkini UST justru bertolak belakang dengan prinsip dasar pendidikan yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara.

> “Ki Hadjar mengajarkan bahwa anak didik itu merdeka. Opor bebek mateng seko awaké déwé. Artinya, anak didik harus dibebaskan untuk tumbuh dan berkembang dari potensi dirinya sendiri. Pamong — dalam hal ini birokrasi kampus — mestinya menghamba kepada anak didik, bukan sebaliknya. Ketika hari ini lembaga mahasiswa dibatasi, dikekang, bahkan ditakuti, itu berarti kampus sedang mundur dari nilai-nilai Tamansiswa,” lanjut Indria.

Sementara itu, Dino, Ketua MMU periode 2018, turut mengulas sejarah gerakan mahasiswa di UST. Ia menyoroti bagaimana lembaga mahasiswa, MMU, pernah memainkan peran strategis dalam pengawalan kebijakan kampus dan isu-isu nasional. Namun, kondisi itu kini dinilainya telah berubah drastis.

Baca Juga :  LBH Taretan Legal Justita Minta Kasus BSPS Sumenep Tak Berhenti di Korkap

> “Dulu, lembaga mahasiswa punya keberanian, mereka bicara soal UKT, soal fasilitas kampus, bahkan soal kebijakan nasional. Tapi sekarang, suara-suara kritis itu nyaris hilang. Banyak yang takut, bukan karena tak peduli, tapi karena ruangnya ditutup rapat. Banyak kader lembaga diperingatkan, bahkan diancam secara administratif. Ini alarm bahaya bagi demokrasi kampus,” ungkap Dino.

Keresehan serupa juga disampaikan oleh Presiden Mahasiswa UST saat ini, Ain Dadong. Dalam pernyataannya, Ain mengungkap bahwa upaya mahasiswa untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap kebijakan kampus kerap dijegal secara halus namun sistematis.

> “Kami mencoba mengkritisi kebijakan kampus terkait transparansi anggaran dan sistem birokrasi yang sentralistik. Tapi yang kami terima justru intimidasi terselubung — mulai dari pemotongan anggaran kegiatan, pembatasan akses fasilitas kampus, sampai pelabelan negatif terhadap pengurus. Ini membuat banyak pengurus lembaga gamang: berbicara artinya berisiko, diam artinya mengkhianati amanah mahasiswa,” ujar Ain.

Baca Juga :  Mahasiswa UST Gelar Aksi Damai, Tuntut Pertanggungjawaban Rektor Usai Pernyataan Kontroversial

Ia juga menekankan bahwa ajaran Tamansiswa seharusnya menjadi landasan etis dalam membina mahasiswa sebagai subjek yang merdeka dalam berpikir dan bertindak, bukan sebagai objek yang dikontrol penuh oleh birokrasi.

Dialog ini menjadi momentum reflektif yang penting bagi mahasiswa UST untuk meninjau kembali arah gerakan mahasiswa di lingkungan kampus. Terutama dalam konteks menjaga integritas lembaga mahasiswa sebagai benteng terakhir kebebasan akademik dan agen perubahan sosial.

Acara ini ditutup dengan seruan untuk menghidupkan kembali semangat kedaulatan mahasiswa dan menolak segala bentuk pembungkaman. Beberapa peserta diskusi juga menyuarakan pentingnya konsolidasi antar-angkatan dan alumni untuk mengawal demokratisasi kampus secara berkelanjutan. (red)

Follow WhatsApp Channel timesin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Desy Natalia Klarifikasi Berita Bohong Fitriana Terkait Penerimaan Akpol yang Penuh Rekayasa
Gugatan Pra Peradilan Arukki Terhadap Kajari Jaksel Ditolak, Bukti Kasus Silfester Matutina Daluarsa dan Non Eksekutorial
KH. Mahrus Nahrawi Buka Harlah ke-70 Maqnaul Ulum dengan Pelepasan Seribu Merpati
Siswi MTs At-Taqwa Setu Terpilih Mengikuti LEARN SDGs to INDONESIA EMAS 2045 di Perpusnas Jakarta
CIC Desak Kejagung Usut Rudiyanto Tjen, Klaim Kekayaan Rp 3 Triliun Jadi Sorotan Publik
Fitriana Diduga Adalah Penampung Uang Milyaran Taruna Akpol, Miko : Saya Tidak Terlibat Apalagi Desy Natalia 
Politisi Golkar Fauzan Fadel Muhammad, Diduga Gelapkan Dana dan Aset GME, serta Wanprestasi Pinjaman Modal Usaha 
Demo Jastra Soroti Skandal Program Wirausaha Santri Sumenep

Berita Terkait

Jumat, 3 Oktober 2025 - 17:25 WIB

Desy Natalia Klarifikasi Berita Bohong Fitriana Terkait Penerimaan Akpol yang Penuh Rekayasa

Senin, 29 September 2025 - 04:30 WIB

Gugatan Pra Peradilan Arukki Terhadap Kajari Jaksel Ditolak, Bukti Kasus Silfester Matutina Daluarsa dan Non Eksekutorial

Minggu, 28 September 2025 - 08:09 WIB

KH. Mahrus Nahrawi Buka Harlah ke-70 Maqnaul Ulum dengan Pelepasan Seribu Merpati

Sabtu, 27 September 2025 - 12:11 WIB

Siswi MTs At-Taqwa Setu Terpilih Mengikuti LEARN SDGs to INDONESIA EMAS 2045 di Perpusnas Jakarta

Jumat, 26 September 2025 - 05:56 WIB

CIC Desak Kejagung Usut Rudiyanto Tjen, Klaim Kekayaan Rp 3 Triliun Jadi Sorotan Publik

Berita Terbaru

You cannot copy content of this page