Madura di Persimpangan Jalan: Menjadi Provinsi atau Tetap Bersama Jawa Timur?

- Publisher

Rabu, 30 Juli 2025 - 16:42 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Agiel lambda.

Agiel lambda.

*Oleh: Agiel lambda (Ketua BidangPu HMI Cabang Bangkalan).

 

KOLOM – Madura hari ini ibarat berada di persimpangan jalan. Satu jalur mengarah pada kemajuan, industrialisasi, dan keterbukaan global sementara jalur lainnya membawa kembali pada akar tradisi, budaya lokal, dan resistensi terhadap perubahan yang terlalu cepat.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di tengah dua tarikan ini, Madura dituntut untuk menentukan arah bukan sekadar soal kebijakan, tapi juga identitas dan jati diri sebagai pulau dengan sejarah panjang, karakter kuat, dan peran penting dalam sejarah bangsa

Di tengah arus desentralisasi dan tuntutan keadilan pembangunan, muncul kembali wacana lama yang tak pernah benar-benar mati: pembentukan Provinsi Madura.

Sebagian tokoh masyarakat, aktivis daerah, hingga politisi lokal menyuarakan bahwa sudah saatnya Madura berdiri sebagai provinsi sendiri, lepas dari bayang-bayang dominasi pembangunan Jawa Timur.

Namun, jalan menuju itu bukan sekadar soal administratif. Ia menyimpan pertanyaan mendasar: apakah pemekaran ini solusi, atau justru potensi masalah baru?

Baca Juga :  Kadinkes Jatim : Cek Kesehatan Gratis Dilaksanakan Berdasarkan Siklus Hidup

Ketimpangan dan Identitas!

Mereka yang mendukung pemekaran Provinsi Madura umumnya mengangkat isu klasik ketimpangan pembangunan. Meski empat kabupaten Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep) telah lama menjadi bagian dari Jawa Timur, kontribusinya dalam sejarah, budaya, hingga kekuatan politik belum sebanding dengan perhatian dan alokasi pembangunan dari provinsi induk.

Sebagai contoh, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Madura masih berada di bawah rata-rata Jawa Timur. Angka kemiskinan relatif tinggi, dan banyak infrastruktur dasar yang tertinggal. Bagi sebagian masyarakat, ini cukup menjadi alasan untuk mengatakan. “Sudah saatnya Madura berdiri sendiri.”

Di sisi lain, pembentukan provinsi juga dipandang sebagai cara memperkuat identitas dan harga diri masyarakat Madura. Sebuah provinsi akan memberi ruang lebih besar bagi representasi politik orang Madura di level nasional, serta memungkinkan lahirnya kebijakan yang lebih sesuai dengan karakter dan kebutuhan lokal.

Baca Juga :  Khofifah Apresiasi Kontribusi Prof. Safi’ dalam Memperkuat Jajaran Guru Besar di UTM Bangkalan

Namun, Apakah Kita Siap?

Di balik semangat dan idealisme pemekaran, ada pertanyaan penting yang harus dijawab dengan jujur: apakah Madura benar-benar siap menjadi provinsi sendiri?

Persyaratan administratif menurut UU Pemda bukan hal sepele. Harus ada ibukota provinsi, lembaga pemerintahan baru, infrastruktur birokrasi, dan tentunya kesiapan fiskal. Dengan PAD yang masih rendah dan ketergantungan pada dana pusat yang tinggi, pemekaran justru berisiko menciptakan beban baru, bukan solusi.

Belum lagi masalah politisasi. Pemekaran wilayah sering kali dimanfaatkan oleh elit-elit lokal untuk mengukuhkan kekuasaan, bukan untuk memberdayakan rakyat. Dalam kondisi seperti ini, yang terjadi bisa jadi hanya perubahan simbolik , kantor gubernur baru namun rakyat kecil tetap terpinggirkan.

Tetap Bersama Jawa Timur, Tapi dengan Syarat!

Bagi kelompok yang kontra, Madura tak perlu menjadi provinsi baru untuk berkembang. Yang dibutuhkan adalah komitmen serius dari Pemprov Jawa Timur untuk mendorong pembangunan yang adil dan inklusif. Otonomi khusus, skema afirmasi anggaran, atau pembentukan Badan Pengelola Kawasan Madura bisa menjadi jalan tengah.

Baca Juga :  Sempit Berpikir Sebab Stagnasi Kemajuan

Dengan tetap berada dalam naungan Jawa Timur, Madura bisa tetap mendapatkan manfaat skala ekonomi dan sinergi regional, sambil memperkuat posisinya sebagai kawasan prioritas pembangunan.

Jalan Mana yang Akan Diambil?

Madura benar-benar berada di persimpangan jalan. Di satu sisi ada semangat untuk bangkit, berdiri sendiri, dan menentukan masa depan tanpa ketergantungan. Di sisi lain, ada kebutuhan untuk berpikir rasional, realistis, dan bertanya: apakah itu benar-benar jalan terbaik?

Pemekaran bukan satu-satunya jawaban. Yang lebih penting dari itu adalah keadilan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan keberanian politik untuk memperjuangkan kepentingan Madura secara strategis, entah dari dalam provinsi Jawa Timur maupun sebagai provinsi baru.

Apapun jalannya, satu hal yang pasti Madura harus menjadi tuan di negerinya sendiri.

Follow WhatsApp Channel timesin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Refleksi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 80: Migas Sumenep, Siapa Diuntungkan?
Komisi Informasi: Seleksi, dan Nyinyir yang Tak Pernah Usai
Dana yang Menguap pada Hukum yang Mengendap: Drama Panjang BSPS
DPRD Bukan Lembaga Wisata, APBD Bukan Tiket Pelesiran
Berpikir Kritis: Mengakui Kekurangan Sebagai Strategi Kemajuan Pendidikan Islam
Dari #KataBisaUntag Mencerminkan Motivasi di Era Digital
Ketika Tabarruj Dianggap Biasa: Saatnya Kita Bertanya
Makna Pengorbanan Pada Sesama di Hari Raya Idul Adha 1446 H

Berita Terkait

Selasa, 19 Agustus 2025 - 17:11 WIB

Refleksi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 80: Migas Sumenep, Siapa Diuntungkan?

Senin, 18 Agustus 2025 - 09:18 WIB

Komisi Informasi: Seleksi, dan Nyinyir yang Tak Pernah Usai

Rabu, 30 Juli 2025 - 16:42 WIB

Madura di Persimpangan Jalan: Menjadi Provinsi atau Tetap Bersama Jawa Timur?

Rabu, 30 Juli 2025 - 14:36 WIB

Dana yang Menguap pada Hukum yang Mengendap: Drama Panjang BSPS

Sabtu, 12 Juli 2025 - 12:10 WIB

DPRD Bukan Lembaga Wisata, APBD Bukan Tiket Pelesiran

Berita Terbaru

Ketua Jaringan Strategi Pemuda, Hasyim Khafani.

News

Fit and Proper Test KI Sumenep Diduga Sarat Intrik

Senin, 18 Agu 2025 - 01:43 WIB

You cannot copy content of this page