*Oleh: Faisol Ridho (Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sumenep).
KOLOM – Memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia ke – 80 sebagai refleksi bangsa Indonesia akan perjuangannya melawan imprealisme dan kolonialisme atas penjajahan terhadap bangsa Nusantara.
Kemerdekaan bangsa Indonesia adalah hasil perjuangan keringat dan darah rakyat, kemerdekaan bukan hadiah dari bangsa penjajah yang lama bersemayam memperbudak dan merampas kekayaan alam Indonesia, begitulah Nor Cholis Madjid (Cak Nur) menulis dalam buku Indonesia Kita.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih lanjut faktor yang menjadi alasan penjajah datang ke Nusantara lebih-lebih karena Kekayaan alam yang melimpah dan bahan-bahan eksotik.
Dalam refleksi kali ini, jika sumber daya alam melimpah terdapat disuatu daerah lalu datang bangsa yang bukan Pribumi untuk mengusainya secara paksa, tidaklah perlu heran sebab dulu memang ada sejarah seperti demikian adanya.
Pancasila sebagai falsafah berbangsa bernegara dengan tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Cak Nur dalam NDP HMI menulis tentang keadilan sosial dan keadilan ekonomi.
Dari beberapa keadilan yang sulit dilaksanakan adalah keadilan pada bidang ekonomi, hal ini diketahui adanya pertentangan-pertentangan mengenai paham atau ideologi-ideologi dalam sejarah manusia, kapitalisme demikian secara eksplisit disebut sebagai musuh bersama sebab paham tersebut mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara merampas hak-hak orang lain dalam menjalankan sistem ekonomi.
Bagaimana dengan Kabupaten Sumenep?.
Salah satu kabupaten yang memiliki kekayaan alam yang melimpah salah satunya adalah kekayaan Minyak dan Gas (Migas) Bumi.
Sudah puluhan tahun lamanya keberadaan beberapa perusahaan yang bergerak dipertambangan Migas melakukan ekplorasi dan ekploitasi. Disisi lain ekonomi masyarakat Kabupaten Sumenep masuk dalam katagori termiskin ke tiga se Jawa Timur.
Pertanyaannya, bagaimana dampak dari adanya beberapa perusahaan yang mengelola Migas di kabupaten Sumenep terhadap kesejahteraan masyarakat?.
Amanah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal mengenai Pembangunan ekonomi dari Sumber daya alam terdapat dalam Pasal 33 Ayat 3 tentag Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Penguasaan dan pengelolaan oleh beberapa perusahaan terhadap sumber daya alam kabupaten Sumenep utamanya Migas sudah terjadi dalam kurun waktu yang lama, tetapi janji konstitusi bahwa pengelolaan itu digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat menjadi tidak dipahami kesejahteraan seperti apa yang harusnya diterima oleh masyarakat.
Penolakan masyarakat terhadap Uji Seismik yang direncanakan oleh salah satu perusahaan Migas adalah satu bentuk protes akan dampak terhadap lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Hal lain adanya penambangan Migas tidak menjadi bukti solusi menggeser angka kemiskinan masyarakat Sumenep dalam data BPS Jatim.
Paradoks penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Persentase Kemakmuran menjadi stimulus bagi masyarakat terhadap pemerintah dan perusahaan untuk tidak menerima janji kesejahteraan dari sektor penambangan migas di Sumenep. Lalu, respon masyarakat menolak terhadap rencana Uji seismik sebagai langkah awal pertambangan pengelolaan sumber daya alam yang ada di pulau Kangean merupakan sesuatu yang wajar.
Penolakan terhadap adanya Uji Seismik oleh masyarakat di Pulau Kangean bukan tanpa alasan, diantaranya pengerukan Migas yang dilakukan oleh beberapa perusahaan tidak berdampak signifikan terhadap pembangunan ekonomi, sosial, dan sektor lainnya, penolakan oleh beberapa pihak waktu lalu dengan berbagai argumen.
Timbulnya kegaduhan publik membutuhkan saluran komunikasi yang jelas oleh pihak-pihak terutama yang punya wewenang dan legitimasi. Pemerintah harusnya hadir untuk memberikan solusi lewat saluran komunikasi yang tepat dengan memberikan keputusan atau kebijakan yang solutif.
Jawaban “Tidak memiliki wewenang” untuk menolak Uji Seismik bukanlah jawaban yang tepat ditengah perjuangan masyarakat luas yang merasakan langsung kondisinya dan pemerintah tidak boleh hanya duduk dengan teks-teks regulasi saja, tanpa memperhatikan konteksnya.
Pelimpahan wewenang tanpa keterlibatan sedikitpun mempertanyakan posisi desentralisasi pemerintah, sebab yang paling mengetahui kondisi masyarakat adalah tingkat pemerintah kabupaten.
Ada beberapa hal yang seharusnya menjadi harapan masyarakat dari berdirinya tambang Migas. Tanggung Jawab Sosial dari Perusahaan berupa dana Corporate Sosial Responsibility (CSR) atau sekarang dikenal Program Pembangunan Masyarakat (PPM) perlu transparansi kepada publik.
Bagaimana pengelolaannya? kapan? dan siapa yang menerima manfaatnya? Lebih-lebih bagi daerah terdampak secara langsung.
Begitupun Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dari pemerintah pusat, dan dana Participace Interest yang tak selesai dengan kata “sedang diperjuangkan” tanpa kejelasan sampai kapan waktunya.
Program-program pembangunan dari sektor Migas selama bertahun-tahun yang tidak diketahui evaluasi dan proyeksinya untuk memberikan out-put dan out come yang jelas untuk membenahi permasalahan-permasalah yang ada ditengah masyarakat.
Pemerataan kesejahteraan khususnya bagi daerah terdampak harusnya menjadi prioritas, hal ini untuk menyatakan sikap bahwa Sumenep adalah satu tanpa perlu pemisahan antara daratan dan Kepulauan. Apalagi menjawab problem disparitas antara keduanya.
Artinya, dari variabel diatas, mengenai perjuangan masyarakat khususnya yang akan terdampak dari pertambangan Migas dan Mengenai kesejahteraan yang merata sebagai bentuk keadilan ekonomi, harus dijawab oleh pemerintah dengan jawaban yang solutif dan kerja nyata sebagai bentuk kehadiran pemerintah.
Jika Jawaban normatif yang disampaikan, saya rasa masyarakat sudah cerdas dalam merespon narasi-narasi politis pemerintah. Dan jika hanya sebatas janji tanpa bukti nyata secara historis, saya kira masyarakat sudah tidak semudah itu menerima janji pemimpin hari ini. Mengutip dari Buku Madilog Tan Malaka, jawaban normatif penguasa atas desakan masyarakat dan janji kesejahteraan setelah ini dan itu, tidak menjadi materi yang bisa dimaknai hukum tetapnya.
Dirgahayu Republik Indonesia ke – 80, Kabupaten Sumenep di ujung timur pulau Madura sebagai kawasan yang kaya sumber daya alamnya dan akan menjadi kawasan industri.
Maka segala bentuk pembangunan ekonomi harus melibatkan masyarakat sesuai dengan amanah Undang-undang Dasar Pasal 33 dan demokrasi harus Demokrasi Rakyat bukan demokrasi para elit kekuasaan. Sebab, kekuasaan cendrung disalahgunakan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.