Kolom

Sempit Berpikir Sebab Stagnasi Kemajuan

SERINGKALI kita menjumpai ide-ide dan penemuan yang cemerlang dari kaum terdidik atau kalangan yang memiliki semangat pemikiran inovatif dalam bidang tertentu.

Namun, kita juga tahu bahwa tidak semua orang dapat memahami hal ini, dan seringkali ditemukan pertentangan dan perdebatan yang berkepanjangan.

Belajar tanpa berpikir tidaklah berguna, tapi berpikir tanpa belajar sangatlah berbahaya,” ucap Bung Karno.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tidak hanya itu, saling menyalahkan dan mengklaim kebenaran sendiri juga menjadi penyebab kurangnya pemikiran yang mendalam.

Sempitnya perspektif juga berdampak pada hilangnya nilai-nilai luhur. Misalnya, banyak di antara kita yang alergi terhadap istilah kepentingan karena menganggapnya selalu berkonotasi negatif, padahal tidak semua kepentingan memiliki konotasi demikian.

Seseorang yang terbuka dan mau berpikir kritis akan menemukan berbagai alternatif pemikiran tanpa perlu mengklaim kebenaran sendiri.

Sikap bijaksana seperti ini sangat diperlukan dalam memahami berbagai hal. Contoh lainnya adalah istilah politik, yang sering dianggap sebagai sesuatu yang kotor karena penyalahgunaan kekuasaan oleh beberapa oknum.

Padahal, jika kita menelisik lebih dalam, politik sejatinya adalah seni mengatur masyarakat untuk mencapai kebaikan bersama, seperti yang dikatakan oleh Plato, Filsuf Yunani Kuno: “Pemimpin yang bijak tidak mencari kekuasaan, tapi menggunakan kekuasaan untuk kebaikan bersama.”

Lalu, bagaimana cara kita mengembangkan pemikiran alternatif dan berpikir kritis? Minimal, kita bisa mulai dengan banyak bertanya dan berdialog dengan keterbukaan hati dan pikiran.

Dengan cara ini, kita tidak hanya mau didengar, tetapi juga siap mendengar. Memiliki perspektif yang luas akan membantu kita terbuka terhadap berbagai pendapat dan tidak terburu-buru mengambil kesimpulan tentang salah dan benar atau baik dan buruk.

Banyak tokoh penemu teori dan alat canggih di dunia ini yang berawal dari mempertanyakan banyak hal dan berinteraksi dengan banyak orang, sehingga lahirlah ide-ide yang membawa kemajuan.

Sebagai penutup, Albert Einstein, pemilik teori relativitas asal Jerman, mengatakan, “Pikiran yang terbuka adalah kunci untuk memahami dunia yang terus berubah.”

 

*Oleh : M. Rozien Abqoriy (Rakyat Sipil dan Founder Gubuk Literasi Indonesia)

Redaksi

Share
Published by
Redaksi

Recent Posts

HMI Cabang Malang Tampilkan Wajah Baru Lewat LPP

Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Malang sukses menyelenggarakan Training Raya Nasional 2025 dengan format baru yang…

7 jam ago

Dua Anggota Polsek Guluk-Guluk Raih Kenaikan Pangkat di Hari Bhayangkara

Kapolsek Guluk-Guluk, AKP Akhmad Gandi, S.H., menyampaikan bahwa peringatan Hari Bhayangkara kali ini harus menjadi…

8 jam ago

Rp7 Triliun Dana Hibah Jatim Diduga Bocor, KPK Diminta Bertindak Tegas

Jaringan Kawal Jawa Timur menilai KPK lamban dan cenderung tebang pilih. Dalam aksi demonstrasi di…

10 jam ago

Carut Marut Pengelolaan DD-ADD, Aktivis  Minta DPMD Sumenep Evaluasi Kinerja Kepala Desa

Buntut adanya dugaan carut marutnya pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) sebagaimana…

10 jam ago

Silat Bersatu di HUT Bhayangkara ke-79 Salatiga, Tanda Damai Budaya

Peringatan Hari Bhayangkara ke-79 di Lapangan Pancasila Kota Salatiga berlangsung dengan penuh khidmat dan kebersamaan.…

1 hari ago

Mahasiswa Kritisi Sistem Perkuliahan yang Membunuh Idealisme

Dalam unggahan mereka yang bernada reflektif dan menggugah, kelompok ini menyoroti bagaimana kampus hari ini…

1 hari ago

This website uses cookies.