Jakarta – Menyusul betapa parahnya melihat deforestasi dan bencana banjir yang terjadi belakangan di Aceh dan Sumatera. Netizen media sosial ramai-ramai memperbincangkan tentang ide donasi beli hutan.
Postingan donasi untuk membeli hutan tersebut ramai di perbincangkan netizen setelah unggahan @pandawaragroup, aktivis lingkungan viral di media sosial.
Dalam sebuah postingan yang di unggah Pandawara Group pada Kamis 4 Desember 2025 itu, Pandawara menyampaikan ide tentang membuka donasi untuk membeli hutan-hutan di Indonesia agar tak di alihfungsikan dan upaya menghentikan deforestasi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Lagi ngelamun… tiba-tiba aja kepikiran gimana kalo masyarakat Indonesia bersatu berdonasi beli hutan-hutan agar tidak di alihfungsikan,” tulis Pandawara Group dalam unggahan tersebut.
Postingan beli hutan tersebut lantas mendapatkan sambutan positif dari para netizen dan publik. Termasuk Riyono anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Riyono menyebut, munculnya aksi sosial “beli hutan” oleh netizen merupakan bentuk sindiran keras sekaligus gambaran ketidakpercayaan rakyat terhadap pengelolaan hutan oleh para pemangku kepentingan. Baik di sektor kehutanan maupun di bidang lingkungan hidup.
Dirinya menilai, saat ini kerusakan hutan sudah berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan.
“Kerusakan hutan dan kawasan pemanfaatannya sudah sangat parah. Lahan hutan sudah seperti lapangan sepak bola yang bisa ‘dipermainkan’ oleh siapa saja,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya kepada media. Kamis (11/12/2025).
“Faktanya, hutan kita berubah dari pelindung manusia menjadi monster dan ancaman bencana yang mematikan manusia,” ujarnya.
Meski begitu, Riyono menjelaskan bahwa pembelian atau penguasaan kawasan hutan sebenarnya telah di atur melalui sejumlah regulasi.
Mulai dari UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2010 mengenai tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban serta tata cara pembayaran penerimaan negara di bidang kehutanan.
Hingga, Permen LHK Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang pedoman penilaian dan penetapan harga jual kawasan hutan.
Selain itu, pembelian hutan juga memerlukan Izin Penggunaan Kawasan Hutan (IPKH), penetapan harga oleh Menteri LHK, kewajiban pembayaran tunai dalam rupiah, penggunaan sesuai peruntukan, serta kesediaan mengikuti pengawasan pemerintah.
Artinya lanjut Riyono, seluruh prosedur tersebut membutuhkan waktu dan tidak mudah untuk dilakukan.
“Aksi beli hutan oleh para netizen sebenarnya adalah warning kepada para pejabat terkait untuk menjaga hutan dengan sungguh-sungguh. Ini sindiran soal rasa keputusasaan rakyat akibat kerusakan parah di Aceh dan Sumatera,” tegasnya.












