SUMENEP – Aktivis Demokrasi dan Aspirasi Rakyat (Dear Jatim) Koordinator Daerah Sumenep, Farah Adiba, menyoroti maraknya glorifikasi terhadap industri hasil tembakau lokal yang justru diduga menjadi kedok bagi praktik ilegal di sektor rokok, Jumat (25/7).
Ia merespons pernyataan Ketua Paguyuban Pengusaha Rokok Sumenep, H. Syafwan Wahyudi, yang sebelumnya menyebut peran positif industri rokok terhadap ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
“Jangan hanya bicara soal menyerap tenaga kerja dan mendorong ekonomi daerah. Kita juga harus bicara soal transparansi, legalitas, dan komitmen pada perlindungan buruh,” tegas Farah saat dikonfirmasi melalui telepon, Rabu (24/07).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Farah mengungkapkan, ada dugaan bahwa sebagian perusahaan rokok (PR) di Madura, termasuk Sumenep, hanya menjadi tempat menebus pita cukai secara massal tanpa adanya produksi.
Pita tersebut kemudian dijual ke luar daerah untuk mengelabui sistem dan memperkaya mafia cukai.
“Apakah semua 97 PR itu betul-betul aktif produksi? Atau ada yang hanya jadi ‘kandang’ ternak pita cukai lalu diperdagangkan ke luar? Ini yang harus dibongkar,” ujarnya.
Lebih dari itu, Farah menyoroti kondisi buruh pabrik rokok yang rentan tereksploitasi akibat lemahnya pengawasan dan minimnya jaminan ketenagakerjaan. Menurutnya, narasi ‘menyerap ribuan tenaga kerja’ kerap digunakan untuk menutupi praktik bisnis yang tidak transparan.
“Industri hasil tembakau jangan dijadikan tameng untuk menyamarkan aktivitas ilegal. Pemerintah daerah harus serius dan objektif, bukan sekadar bangga karena ada paguyuban yang katanya menyerap ribuan tenaga kerja,” tambahnya.
Ia mendesak Bea Cukai dan Polda Jatim segera melakukan audit menyeluruh terhadap aktivitas paguyuban dan distribusi pita cukai oleh perusahaan rokok di wilayah tersebut.
“Kalau ingin membangun industri tembakau yang sehat dan berkelanjutan, jangan tutup mata terhadap praktik-praktik yang justru merugikan negara dan merusak tatanan hukum,” pungkas Farah.