SUMENEP – Polemik kasus dugaan korupsi dalam kerja sama antara Bank Jatim dan Bank Alief kembali mencuat ke publik setelah kuasa hukum pemilik Bank Alief mengkritik langkah penyidik Polres Sumenep yang dianggap janggal dan sarat kepentingan.
Menanggapi hal itu, Kasat Reskrim Polres Sumenep, AKP Agus Rusdiyanto, menegaskan bahwa seluruh proses penyidikan dilakukan secara profesional dan berlandaskan hukum yang berlaku.
“Setiap langkah penyidikan yang kami lakukan, termasuk penggeledahan dan penyitaan, telah sesuai mekanisme hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 33, 38, dan 39 KUHAP, serta disertai surat perintah sah dari penyidik dan izin pengadilan. Tidak ada tindakan di luar koridor hukum,” tegas AKP Agus Rusdiyanto, Sabtu (26/10/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kasat Reskrim menjelaskan, dugaan penyalahgunaan mesin Electronic Data Capture (EDC) dalam kerja sama antara Bank Alief dan Bank Jatim memiliki indikasi kuat adanya penyalahgunaan kewenangan dan sarana jabatan, yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara atau daerah, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
“Status tersangka maupun DPO yang kami tetapkan bukan keputusan sepihak, melainkan hasil penyidikan objektif berdasarkan alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud Pasal 184 KUHAP – meliputi keterangan saksi, surat, dan alat bukti elektronik,” tambahnya.
Agus menegaskan, penyidik bekerja berdasarkan fakta dan bukti, bukan opini publik. Karena itu, ia mengimbau semua pihak untuk tidak menggiring opini di media sosial atau ruang publik yang justru dapat mencederai proses penegakan hukum.
“Proses hukum tidak bisa diintervensi. Semua keberatan atau bantahan dari pihak kuasa hukum silakan disampaikan di persidangan, bukan di media sosial. Pengadilan adalah forum pembuktian yang sah,” ujar perwira menengah yang dikenal tegas itu.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa penyidik tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dan menjamin hak-hak hukum setiap tersangka, termasuk hak untuk membela diri dan memperoleh bantuan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP.
“Kami menjamin setiap orang diperlakukan sama di hadapan hukum. Tidak ada perlakuan istimewa. Penegakan hukum ini murni demi keadilan dan akuntabilitas publik, bukan kepentingan lembaga atau pihak tertentu,” pungkasnya.






