SUMENEP – Program kemitraan Dinas Perikanan Kabupaten Sumenep dengan kelompok nelayan yang digagas sejak tahun 2005, kini menuai sorotan tajam, Sabtu (23/8).
Aset berupa mesin tepung ikan senilai Rp399,7 juta yang semestinya mendukung produktivitas nelayan, terbukti sudah lama rusak dan tidak lagi bermanfaat.
Mirisnya, meski perjanjian kerja sama operasi (KSO) mengatur bahwa nelayan wajib menyetor 30 persen hasil kotor setiap bulan kepada Dinas Perikanan, Pemerintah Kabupaten Sumenep diklaim tidak pernah menerima sepeser pun pendapatan dari program tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Bahkan berdasarkan inventarisasi yang pernah dilakukan tahun 2012, sebagian besar mesin tepung ikan sudah dalam kondisi rusak berat dan tidak berfungsi. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut inventarisasi menyeluruh maupun penghapusan aset yang jelas.
Aktivis Dear Jatim, Muhammad Sutrisno, menilai kondisi ini sebagai bentuk kelalaian dan pembiaran pemerintah daerah.
“Ini jelas pelanggaran terhadap aturan pengelolaan barang milik daerah. Aset yang sudah rusak berat sejak lama tidak dihapuskan sesuai prosedur, padahal ada aturan yang mengatur inventarisasi minimal lima tahun sekali. Pemerintah Kabupaten Sumenep seolah menutup mata,” tegas Sutrisno, Jumat (22/8).
Sutrisno menambahkan, kegagalan pengelolaan aset ini membuktikan lemahnya tata kelola dan pengawasan anggaran di Sumenep.
“Aset yang dibeli dengan uang rakyat, nilainya ratusan juta rupiah, sekarang hanya jadi rongsokan tanpa manfaat. Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi bukti adanya pembiaran dan lemahnya komitmen transparansi. Dear Jatim mendesak Bupati segera membentuk tim investigasi dan menuntaskan penghapusan aset sesuai aturan,” ujarnya.
Ia juga menyinggung potensi kerugian daerah yang timbul akibat kelalaian tersebut. Menurutnya, jika sejak awal perjanjian KSO dijalankan dengan benar, maka ada potensi pendapatan daerah dari program kemitraan ini.
“Bayangkan, sudah 20 tahun aset ini dibiarkan. Tidak ada pemasukan, tidak ada penghapusan aset, dan tidak ada akuntabilitas. Rakyat Sumenep dirugikan dua kali, yakni dari sisi pemborosan anggaran dan hilangnya potensi pendapatan,” tambah Sutrisno.
Dear Jatim berencana akan membawa persoalan ini ke DPRD Sumenep dan melaporkannya kepada aparat penegak hukum apabila pemerintah daerah tidak segera menindaklanjuti.
“Jangan sampai rakyat terus dibohongi. Aset yang mangkrak ini harus diusut, siapa yang bertanggung jawab dan mengapa penghapusan tidak pernah dilakukan. Kalau pemerintah daerah tidak serius, ini masuk kategori penyalahgunaan wewenang,” pungkasnya.