Bacaan Pendidikan
Dalam setiap bacaan ilmiah tentang dunia pendidikan terkhusus dunia Islam, penulis selalu menemukan krisis manusia dalam memfungsikan akalnya. Sehingga apa yang terjadi? Kejayaan Islam kembali sekedar mimpi dan melahirkan sikap apologi sejarah tetapi melupakan kenyataan dan keberlanjutan generasi.
Kenyataan pahitnya lagi, bahwa perbedaan pendapat dari kebanyakan perspektif yang sama cenderung disalahkan total tanpa memikirkan konsekuensi logis dari sebuah kejayaan Islam.
Ruang terbuka dalam kreativitas berpikir seringkali ditutupi dengan hegemoni kekuasaan dan titipan sejarah Feodal dengan alasan menjaga integritas dan etika.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal, jauh di balik semua itu ada mimpi generasi cemerlang yang patah. Generasi yang sebenarnya memiliki harapan besar terhadap kejayaan Islam, harapan besar terhadap kemajuan, dan harapan besar terhadap kebaikan bersama.
Maka, diperlukan kecerdasan dalam berpikir – yang bukan sekedar mempertahankan kebenaran dalam perspektif otoritas – tetapi justru kecerdasan yang bisa mengakui kesalahan.
Posisi Akal
Akal adalah daya pikir yang mampu dijadikan sebagai alat untuk menjadi dan melahirkan generasi emasnya Islam (terdidik dan pendidik). Bahkan, akal menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia untuk dijadikan sebagai sarana Khalifah fil Ardh.
Akal juga lah yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk yang lain. Manusia disempurnakan dengan akalnya yang dianggap bisa menjembatani dirinya menjadi makhluk yang sempurna.
Dengan akalnya manusia bisa berpikir, merenung, mempelajari, memahami, bahkan menjalankan amanah yang diperintahkan Allah untuk menjadi hamba yang manfaat dalam kehidupan.
Berpikir kritis yang menjadi bagian dari fungsi akal itu sangat kompleks. Sehingga membutuhkan perenungan, bacaan, dan ketelitian di dalam memahami dan menjalankan hasil pemahaman dalam sektor manapun terkhusus dalam dunia pendidikan.
Peran Pendidikan
Sebagai manusia yang memiliki peran penting dalam dunia pendidikan, baik yang terdidik, pendorong, mau pun pendidik itu sendiri merupakan bagian dari pemilik tanggung jawab tersebut. Tanggung sebagai seorang hamba yang mampu berpikir, memahami, dan menjalankan amanah yang Allah berikan.
Sebagai seorang terdidik sekaligus berperan sebagai pendidik seharusnya mampu memahami keluasan berpikir kritis, serta mampu memahami berbagai karakter sehingga bisa melahirkan generasi yang unggul dalam segala sektor kehidupan.
Mengakui Kekurangan
Pendidik tidak sekedar dituntut untuk memahami kekurangan generasi yang dididiknya, tetapi justru juga harus memahami kekurangan dirinya sendiri dalam mendidik dan melihat masa depan.
Keterbukaan di dalam mengakui kekurangan justru merupakan bagian dari strategi untuk memberikan ruang kepada generasi berikutnya untuk sama-sama mengambil peran sebagai pejuang Islam.
_________
*Penulis: Syuhud Syayadi Amir, (Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Madura).
*Tulisan Opini/kolom sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab media Timesin.id.