LABUAN BAJO – Seperti sudah diberitakan sebelumnya, bahwa Santosa Kadiman bertindak selaku penyelenggara ground breaking The Hotel St.Regis Labuan Bajo April 2022 lalu.
Secara mengejutkan lokasi hotelnya ternyata tumpang tindih di atas tanah warga pemilik tanah di Kerangan, Labuan Bajo. Dan sejak saat itu para pemilik tanah melawan hingga kini.
Pemilik tanah melawan dan terjadi gugatan beruntun ke Pengadilan. Para pemilik tanah pantang mundur melawan gerombolan terduga mafia tanah, Santosa Kadiman, ahli waris Niko Naput, Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair yang bukan penerus jabatan fungsionaris adat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Setelah inkrah perkara perdata 11 ha ahli waris Ibrahim Hanta, dimana klaim hak 40 ha itu ternyata fiktif, maka terdapat 8 pemilik tanah lagi di kawasan itu melakukan gugatan perdata sejak April 2025. Perkara no.32, 33, 41 dan 44/2025. Minggu lalu, masuk lagi gugatan intervensi dari atas Kusyani, pemilik tanah 1 hektare, ke perkara perdata no.53/2025,” ujar Dr (c) Indra Triantoro, anggota tim kuasa hukum dari Kantor Advokat Sukawinaya-88 Law Firm & Partners, Kamis (11/12) di Labuan Bajo.
Menurutnya, ada pondok dari Kusyani pemilik tanah yang dihancurkan secara paksa oleh terduga otak mafia Santosa Kadiman dkk. Sekitar April 2025, pondok dan pagar di tanah itu dibongkar paksa oleh preman dan oknum TNI.
“Pondok itu dibangun dengan biaya urunan sesama anggota Masjid. Mereka bikin pagar seng terbentang di batas jalan raya Labuan Bajo Kerangan di batas timur tanah Kusyani. Inilah cara-cara premanisme dalam merampas tanah dan rumah rakyat Labuan Bajo,” kata Indra.
Menurut Kusyani mengatakan, hampir dipastikan bahwa otak dibalik ini semua adalah terduga mafia tanah pembeli dan penjual 40 ha tanah fiktif. Yaitu Santosa Kadiman dan Nikolaus Naput (red-anak-anaknya).
Terbukti Santosa Kadiman bangun pos baru miliknya itu di tanah miliknya, serta di pagar dipasang spanduk.
Dimana bertuliskan ‘tanah ini milik ahli waris Nikolaus Naput dan Beatrix Seran berdasarkan perolehan tanah adat 21 Oktober 1991.
Padahal setahu Kusyani tanah berdasarkan surat itu lokasinya di tempat lain, dan sudah dibatalkan oleh fungsionaris adat 1998.
“Tanah itu tumpang tindih, karena berada di atas tanah warga dan sebagian tanah pemda,” kata Kusyani dengan nada tegang.
Katanya, tanah itu miliknya yang dibeli dari pemilik semula, perolehan tanah adat 1992. Dirinya berjanji akan mempertahankan tanah miliknya dan siap mati demi hak milik tersebut.
“Saya tidak takut mati sebagai manusia, kecuali takut kepada Tuhan,” ucap Kusyani berlinang air mata dan kertak gigi siap mati di tanah miliknya.
Kusyani menyatakan, sangat heran dalam perkara perdata di PN Labuan Bajo, no.53/2025. Dimana anak-anak Nikolaus Naput menggugat Ramang Ishaka dan Muhamad Syair.
Hal ini supaya tanah Nikolaus Naput dan Beatrix Seran yang sudah dibatalkan 1998 oleh fungsionaris alm. Ishaka dan Haku Mustafa diganti rugi oleh Ramang Ishaka dan Muhamad Syair.
Karena kedua orang ini menurut anak-anak Nikolaus Naput adalah penerus otomatis jabatan Fungsionaris adat, alias mereka masih berkuasa sampai hari ini.
Padahal kata Kusyani, Ramang dan Syair bukan penerus jabatan fungsionaris adat. Mereka adalah ahli waris perdata biasa, bukan ahli waris tanah ulayat dan jabatan fungsionaris ulayat Nggorang.
“Oleh karena itu saya melakukan gugatan intervensi. Tergugatnya adalah Johanis van Naput, mewakili anak-anak Nikoloaus Naput dan Beatrix, Rosyina Yulti Mantuh, Santosa Kadiman, Ramang Ishaka dan Muhamad Syair, dll,” jelas Kusyani.
Sementara itu salah satu warga mengatakan, akan ada gugatan perdata oleh 3 Pemilik Tanah Kerangan lainnya. Dimana nantinya akan didaftarkan pada tahun 2026, 2028, 2031
“Kami juga akan melakukan gugatan perdata atas perlakuan terduga mafia tanah Santosa Kadiman dkk. Awal tahun 2026, 2029, dan 2031. Tanah kami tiba-tiba disertifikatkan oleh Nikolaus Naput, padahal orangtua kami dulu tidak pernah menjual tanahnya sampai 10 ha lebih kepada mereka. Kami siap mati di tanah leluhur kami,” ucap salah satu pemilik tanah di Kerangan.
Jon Kadis, S.H., salah satu anggota tim kuasa hukum penggugat mengatakan, bahwa memang benar klien kami Kusyani telah melakukan gugatan intervensi terhadap perkara no.53/2025.
Tergugat-nya adalah Johanis van Naput mewakili anak-anak Niko Naput, Ramang & Syair, Santosa Kadiman, dkk minggu lalu.
“Pondok di tanah Kusyani dibongkar paksa, lalu tanah dipagari dan diduduki oleh tergugat. Sudah ada 5 orang melakukan gugatan (red-5 dari 8 orang) dengan total 4,1 ha. Dan nanti akan ada lagi pemilik asli di situ yang akan ajukan gugatan hingga tahun 2030an. Total tanah mereka sekitar 16 hektar semuanya,” kata Jon Kadis, SH, yang juga berdomisili di Labuan Bajo.
Menurutnya, para pemilik tanah ini memang berani bangkit pantang mundur saat ini. Karena mereka sudah tahu, bahwa jelas terbukti di Kejaksaan Agung bahwa Santosa Kadiman & Nikolaus Naput, mereka semua tidak punya dokumen tanah yang benar.
“Dokumen para terduga mafia tanah tersebut, idak ada aslinya dan dokumen tanah salah lokasi. Bahkan dokumen tanah tidak ada luas-nya, dll,” tutup Jon yang juga tokoh masyarakat adat-budaya Labuan Bajo. (red)












