Siska Nur Azizah (Mahasiswa Universitas Mukhtar Syafaat). (Foto: Ilustrasi by AI).
KOLOM -Konsep ketakterhinggaan (infinity) telah menjadi salah satu ide paling mendalam dan kontroversial dalam sejarah matematika. Dari zaman Yunani Kuno hingga era modern, para filsuf dan matematikawan telah mencoba memahami dan mendefinisikan makna dari sesuatu yang “tak berujung”.
Dalam matematika, ketakterhinggaan muncul dalam berbagai bentuk: deret tak hingga, himpunan tak hingga, serta limit dalam kalkulus.
Namun, di balik kejelasan formal simbol-simbol tersebut, tersimpan perdebatan filosofis yang kompleks. Apakah ketakterhinggaan itu benar-benar ada dalam realitas, ataukah hanya alat konseptual yang diciptakan oleh pikiran manusia?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Filsafat matematika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam ini dengan menggali dasar ontologis dan epistemologis dari ide-ide matematika. Pandangan seperti Platonisme, Intuisionisme, dan Finitisme menawarkan perspektif yang saling bertentangan mengenai keberadaan dan pemahaman terhadap ketakterhinggaan.
Melalui pembahasan ini, kita tidak hanya diajak memahami aspek teknis dari matematika, tetapi juga makna filosofis yang lebih dalam mengenai batas pengetahuan dan hakikat realitas itu sendiri.
Sejak zaman Yunani Kuno, ketakterhinggaan telah menjadi topik perdebatan. Tokoh seperti Zeno dari Elea menyuguhkan paradoks-paradoks yang menggugah logika umum, seperti Achilles dan kura-kura, yang mempertanyakan kemungkinan menyelesaikan jarak terbagi tak hingga.
Aristoteles membedakan antara ketakterhinggaan potensial (yang tidak pernah selesai, tetapi bisa dilalui secara bertahap) dan ketakterhinggaan aktual (sesuatu yang benar-benar tak terbatas dan ada secara keseluruhan). Gagasan ini memengaruhi pemikiran filsafat dan matematika selama berabad-abad.
Baru pada abad ke-19, melalui karya Georg Cantor, ketakterhinggaan mendapat fondasi formal. Cantor membuktikan bahwa tidak semua himpunan tak hingga itu sama besar—ada berbagai tingkat ketakterhinggaan, seperti antara bilangan asli dan bilangan real. Meskipun demikian, gagasan Cantor mendapat banyak kritik, baik dari kalangan matematikawan seperti Kronecker maupun dari filsuf yang menganggap konsep tersebut terlalu spekulatif secara ontologis.
Dalam filsafat matematika, terdapat beberapa pandangan besar terkait ketakterhinggaan:
Platonisme memandang objek matematika—termasuk entitas tak hingga—sebagai sesuatu yang ada secara independen dari pikiran manusia. Dalam pandangan ini, ketakterhinggaan adalah bagian dari “alam ide” yang dapat diakses melalui akal budi. Pendekatan ini cocok dengan pandangan Cantorian terhadap himpunan tak hingga yang aktual.
Intuisionisme, yang dipelopori oleh L.E.J. Brouwer, menolak keberadaan ketakterhinggaan aktual. Bagi intuisionis, hanya hal-hal yang dapat dibangun dalam pikiran secara eksplisit yang dapat diterima. Ketakterhinggaan hanya dianggap sebagai potensi, bukan sesuatu yang selesai atau ada secara lengkap.
Finitisme dan konstruktivisme lebih radikal lagi dengan menolak semua bentuk ketakterhinggaan. Mereka hanya menerima objek matematika yang dapat dihitung atau dikonstruksi secara nyata, dan menghindari konsep abstrak seperti “jumlah bilangan asli yang tak terhingga”.
Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa ketakterhinggaan bukan hanya persoalan teknis, tetapi menyentuh persoalan eksistensi dan batasan pengetahuan manusia.
Pandangan terhadap ketakterhinggaan berdampak besar pada bagaimana matematika dikembangkan dan dipahami. Dalam teori himpunan modern, konsep ketakterhinggaan aktual digunakan secara luas, namun tetap menimbulkan perdebatan—terutama dalam kaitannya dengan masalah-masalah seperti paradoks Russell atau batas formal seperti yang ditunjukkan oleh teorema ketaklengkapan Gödel.
Di era modern, diskusi ini juga merambah ke bidang lain seperti fisika dan kosmologi. Apakah alam semesta benar-benar tak hingga? Apakah waktu dan ruang memiliki batas? Pertanyaan-pertanyaan ini menempatkan ketakterhinggaan di persimpangan antara matematika, filsafat, dan ilmu alam.
Ketakterhinggaan merupakan konsep yang tidak hanya penting dalam pengembangan matematika, tetapi juga menantang secara filosofis. Perdebatan mengenai apakah ketakterhinggaan benar-benar ada atau hanya hasil konstruksi pikiran manusia mencerminkan ketegangan antara abstraksi logis dan realitas ontologis. Pandangan Platonisme, Intuisionisme, dan Finitisme masing-masing memberikan kontribusi dalam memahami dimensi metafisik dan epistemologis dari ide ini.
Seiring berkembangnya matematika modern, ketakterhinggaan tetap menjadi elemen sentral, baik dalam teori himpunan, kalkulus, maupun fisika teoretis. Namun, penting untuk diingat bahwa penerimaan terhadap konsep ini selalu bergantung pada posisi filosofis yang mendasarinya.
Dengan memahami pandangan-pandangan tersebut, kita tidak hanya menjadi lebih sadar akan fondasi berpikir matematis, tetapi juga lebih reflektif terhadap batas dan potensi pengetahuan manusia.
_________
*Oleh: Siska Nur Azizah (Mahasiswa Universitas Mukhtar Syafaat)
Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Malang sukses menyelenggarakan Training Raya Nasional 2025 dengan format baru yang…
Kapolsek Guluk-Guluk, AKP Akhmad Gandi, S.H., menyampaikan bahwa peringatan Hari Bhayangkara kali ini harus menjadi…
Jaringan Kawal Jawa Timur menilai KPK lamban dan cenderung tebang pilih. Dalam aksi demonstrasi di…
Buntut adanya dugaan carut marutnya pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) sebagaimana…
Peringatan Hari Bhayangkara ke-79 di Lapangan Pancasila Kota Salatiga berlangsung dengan penuh khidmat dan kebersamaan.…
Dalam unggahan mereka yang bernada reflektif dan menggugah, kelompok ini menyoroti bagaimana kampus hari ini…
This website uses cookies.