Negeri ini Puluhan Tahun Dijarah Kapitalisme, Semua Bungkam!

- Publisher

Rabu, 3 September 2025 - 09:17 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : *Ahmad Khozinudin*
Sastrawan Politik

Timesin.id, Jakarta – Saat rumah Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya, Nava Urbach hingga Sri Mulyani dijarah massa, sejumlah pihak yang sok bijak mengatakan “itu kejahatan”. Tanpa melegitimasi aksi penjarahan tersebut, penulis menyayangkan statemen ini dari sisi yang lain. Yakni, yang hanya memvonis penjarahan kecil oleh massa, namun bungkam atas penjarahan massal, sistematis, dan struktural yang dilakukan oleh Negara.

Bayangkan, negeri yang kaya raya bak Jamrud di khatulistiwa ini, mayoritas rakyatnya miskin. Yang kaya raya hanya segelintir saja. Paling hanya Anthoni Salim, Aguan, Low Tuck Kwong, Boy Tohir, Theodore Rachmat, Peter Sondakh, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, Ghan Djoe Hiang, Haji Isham, Aburizal Bakri, Luhut Panjaitan, dan yang sedang belajar kaya Sahroni.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mereka ini, hakekatnya adalah penjarah. Penjarahan SDA Indonesia, dengan dilegitimasi oleh UU yang lahir dari sistem ideologi Kapitalisme yang sekuler.

Ide kebebasan kepemilikan (Freedom Of Ownership), menjadikan manusia rakus boleh menguasai apapun dengan kapital yang mereka miliki. Akhirnya, kekayaan yang Allah SWT karunia kan untuk manusia dibumi, hanya beredar pada segelintir orang.

Dengan kaidah “Law Capital Akumulation”, maka harta hanya akan terkumpul dikalangan pemodal. Kekayaan alam yang ada, hanya dikuasai oleh segelintir manusia rakus, yang tidak punya kesadaran bahwa bumi adalah ciptaan Allah SWT, karenanya dalam mencari dan mengumpulkan harta, manusia harus tunduk pada hukum Allah SWT.

Baca Juga :  Matematika: Bahasa Keindahan Alam

Andaikan negeri ini diatur oleh Syariah Allah SWT, maka kekayaan negeri ini sudah pasti menyejahterakan rakyatnya. Karena kekayaan alam berupa aneka tambang, hutan, laut, dan segala hal yang individu terlarang untuk memilikinya, adalah hak publik.

Islam mendistribusikan harta ditengah tengah manusia melalui mekanisme pengaturan kepemilikan, bukan kebebasan kepemilikan.

Dalam Islam, jenis kepemilikan terbagi menjadi tiga kategori utama: *kepemilikan individu (milik pribadi yang bisa dikelola sendiri), kepemilikan umum (sumber daya yang dimiliki bersama seluruh umat untuk kepentingan masyarakat), dan kepemilikan negara (sumber daya milik negara untuk dikelola demi kemaslahatan publik).*

Ketiganya diatur berdasarkan syariat untuk menciptakan keadilan dan mencegah penyalahgunaan harta.

Kepemilikan Individu (Private Property) adalah Harta yang dimiliki oleh perseorangan dan memiliki hak untuk mengelola, memanfaatkan, dan mengalihkan secara bebas sesuai syariat.

Contohnya Harta yang diperoleh melalui usaha, kontrak, warisan, atau hibah. Pemilik memiliki hak atas barang dan manfaatnya, namun tetap dibatasi oleh ketetapan syariat agar tidak menimbulkan kemudharatan.

Baca Juga :  Dari #KataBisaUntag Mencerminkan Motivasi di Era Digital

Kepemilikan Umum (Public Property) adalah Sumber daya yang tidak boleh dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu karena menyangkut kepentingan bersama masyarakat.

Contohnya sumber daya alam seperti air, tambang, dan sumber daya energi yang tidak boleh dieksploitasi secara berlebihan oleh individu atau kelompok. Pengelolaannya ada pada pemerintah atau lembaga negara sebagai wakil umat, yang bertindak sebagai pelaksana amanah untuk kepentingan publik.

Kepemilikan Negara (State Property) adalah Harta milik negara yang menjadi kekuasaan penuh negara untuk dikelola. Contohnya Harta seperti ghanimah (rampasan perang), fa’i, pajak, dan aset BUMN.

Negara memiliki otoritas untuk mengelola dan mengaturnya demi kepentingan umum dan kemakmuran masyarakat.

Islam tidak mengizinkan kepemilikan bebas seperti kapitalisme yang bisa menyebabkan kesenjangan dan penindasan terhadap yang lemah. Islam juga tidak menghapus kepemilikan individu seperti dalam ideologi sosialisme, melainkan mengaturnya dengan mekanisme syariat.

Prinsip Utama
Semua kepemilikan pada hakikatnya adalah milik Allah SWT, sedangkan manusia hanyalah sebagai pemegang amanah. Kepemilikan harus sesuai dengan ketetapan syariat dan tidak boleh merugikan pihak lain atau bertentangan dengan prinsip keadilan.

Jika konsep kepemilikan Islam ini diterapkan di Indonesia, maka pengelolaan negara ini tidak membutuhkan pajak. Karena hanya dari sumber kepemilikan umum saja, negeri ini telah mampu mencukupi seluruh kebutuhan rakyatnya.

Baca Juga :  Filsafat Pendidikan Matematika: Membangun Landasan Kritis dalam Pembelajaran

Seluruh kekayaan Indonesia, digunakan untuk mengelola pemerintahan dan pelayanan rakyat. Bukan hanya untuk menambah kaya raya oligarki.

Coba kita simak, betapa kaya rayanya negeri ini. Betapa makmurnya rakyat, jika SDA yang melimpah di negeri ini dikelola dengan Islam.

Indonesia memiliki cadangan Batubara hingga 37.6 miliar ton. Liquid Natural Gas
62 Miliar MMbtu. Cadangan Emas 2,600 ton. Cadangan Nikel 81 juta ton. Hutan produksi 100 juta hektar, potensi hasil laut 13, 330 milyar USD.

Sistem kapitalisme, telah melegalisasi penjarahan kekayaan alam Indonesia tersebut oleh Oligarki. Sementara rakyat kecil, terus dijarah hartanya dengan pungutan pajak.

Lalu, saat rumah Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya, Nava Urbach hingga Sri Mulyani dijarah semua berteriak itu kejahatan. Lalu, dimana suara mereka atas penjarahan SDA Indonesia dan penjarahan harta rakyat melalui pajak yang dilegalisasi oleh undang undang?

Semua ini, biang keroknya adalah ideologi kapitalisme sekuler, yang diterapkan melalui sistem pemerintahan demokrasi. Sudah saatnya, umat ini kembali kepada Islam, dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah, melalui sistem pemerintahan Khilafah.

Follow WhatsApp Channel timesin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Di Tengah Amarah Rakyat dan Bara Api, Kohati Surabaya Menyerukan Akal Sehat: Jangan Bakar ‘Rumah’ Kita Sendiri
Antara Optimis dan Pesimis di Negeri Konoha
Janji Presisi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo?
Ketika Negara Gagal Mendengar
Rokok Ilegal di Sumenep, Antara Tingginya Cukai dan Pendapatan Masyarakat
Di Ujung Ombak: Melodi Bahagia dan Gelisah Anak Kepulauan 
Refleksi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 80: Migas Sumenep, Siapa Diuntungkan?
Komisi Informasi: Seleksi, dan Nyinyir yang Tak Pernah Usai

Berita Terkait

Rabu, 3 September 2025 - 09:17 WIB

Negeri ini Puluhan Tahun Dijarah Kapitalisme, Semua Bungkam!

Senin, 1 September 2025 - 20:24 WIB

Di Tengah Amarah Rakyat dan Bara Api, Kohati Surabaya Menyerukan Akal Sehat: Jangan Bakar ‘Rumah’ Kita Sendiri

Sabtu, 30 Agustus 2025 - 19:05 WIB

Antara Optimis dan Pesimis di Negeri Konoha

Sabtu, 30 Agustus 2025 - 01:57 WIB

Janji Presisi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo?

Jumat, 29 Agustus 2025 - 21:05 WIB

Ketika Negara Gagal Mendengar

Berita Terbaru

You cannot copy content of this page