Merayakan Semangat Emansipasi: Makna Hari Kartini di Era Modern

- Publisher

Senin, 21 April 2025 - 12:41 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kartini dan Gagasan Emansipasi di Tengah Keterbatasan

Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini—sebuah momentum penting untuk mengenang jasa Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.

Lebih dari seremoni mengenakan kebaya atau lomba busana tradisional, Hari Kartini mengingatkan kita pada perjuangan panjang menuju kesetaraan gender dan akses pendidikan yang adil bagi semua.

R.A. Kartini hidup di masa ketika perempuan Jawa nyaris tak memiliki ruang gerak: terkungkung dari kebebasan belajar dan bermimpi. Namun, melalui surat-surat yang ia kirim kepada sahabat-sahabatnya di Belanda, Kartini menuangkan gagasan yang melampaui zamannya.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia menginginkan perempuan Indonesia merdeka secara pemikiran, memiliki akses pendidikan, dan mampu menentukan masa depannya.

Dalam surat-suratnya yang dibukukan dalam Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang), Kartini menunjukkan bahwa dirinya adalah pemikir progresif yang percaya perempuan setara dengan laki-laki dalam kapasitas berpikir dan bertindak.

Baca Juga :  Catatan (Nilai) Kartini

Perempuan Masa Kini: Melanjutkan Langkah Kartini

Kini, lebih dari seabad sejak gagasan Kartini diperkenalkan, perempuan Indonesia semakin menunjukkan kiprahnya. Mereka tampil sebagai pemimpin, pendidik, ilmuwan, seniman, hingga entrepreneur. Di berbagai sektor strategis—politik, hukum, dan bisnis—perempuan turut memegang peran penting.

Namun, perjuangan belum selesai. Angka kekerasan terhadap perempuan masih tinggi. Stereotip bahwa perempuan sebaiknya “di rumah saja” atau dianggap lebih lemah dibanding laki-laki masih bercokol di masyarakat. Bahkan di dunia kerja, kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan tetap menjadi masalah serius.

Emansipasi sejati bukan tentang meniru laki-laki, melainkan membuka ruang agar perempuan bisa menjadi dirinya sendiri—dengan kekuatan, kelembutan, dan potensi yang ia miliki. Perempuan tak perlu menjadi “sekeras laki-laki” untuk dihargai. Justru kekuatan perempuan sering kali terletak pada empati, ketekunan, dan kemampuannya membangun relasi yang sehat—nilai-nilai yang masih sering diabaikan dalam sistem sosial.

Baca Juga :  Banyak Masalah Karena Tidak Membaca: Aplikasi Hermeneutika Subjektif Ala Gadamer

Refleksi Hari Kartini di Era Modern

Hari Kartini juga menjadi momen refleksi terhadap sistem pendidikan kita. Apakah kurikulum cukup memberi ruang untuk membahas kesetaraan gender, kekerasan berbasis gender, atau peran perempuan dalam sejarah? Apakah anak perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam bidang STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika) yang selama ini didominasi laki-laki? Emansipasi harus hadir sejak dini, sejak bangku sekolah.

Baca Juga :  Logika, Angka, dan Kehidupan: Mengapa Matematika Penting?

Kita juga perlu melihat Kartini sebagai simbol dari perjuangan yang lebih luas. Di berbagai daerah, banyak perempuan yang berjuang dalam konteksnya masing-masing: Dewi Sartika, Maria Walanda Maramis, Christina Martha Tiahahu, dan lainnya. Kartini bukan satu-satunya, tetapi menjadi pintu pembuka bagi narasi emansipasi yang lebih beragam di Nusantara.

Merayakan Hari Kartini berarti melanjutkan terang yang pernah ia nyalakan. Saatnya perempuan terus bersuara, berkarya, dan menentukan arah hidupnya sendiri. Dan bagi laki-laki, inilah waktunya menjadi sekutu dalam perjuangan menuju kesetaraan.

Seperti pesan Kartini, “Habis gelap, terbitlah terang.” Jangan biarkan cahaya itu padam—teruskan agar generasi kini dan nanti bisa tumbuh dalam terang yang sejati.

 

*Penulis : Suhud Sayyadi Amir, Mahasiswa Pascasarjan IAIN Madura

Suhud Sayyadi Amir adalah seorang penulis yang telah menerbitkan beberapa karya inspiratif, di antaranya: Al-Hikmah: Petuah-petuah Kehidupan dari Seorang Gelandangan, Sang Pejuang Tangguh Tanpa Pamrih, Puisi: 101 Untukmu, Kekasihku!

 

Follow WhatsApp Channel timesin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Refleksi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 80: Migas Sumenep, Siapa Diuntungkan?
Komisi Informasi: Seleksi, dan Nyinyir yang Tak Pernah Usai
Madura di Persimpangan Jalan: Menjadi Provinsi atau Tetap Bersama Jawa Timur?
Dana yang Menguap pada Hukum yang Mengendap: Drama Panjang BSPS
DPRD Bukan Lembaga Wisata, APBD Bukan Tiket Pelesiran
Berpikir Kritis: Mengakui Kekurangan Sebagai Strategi Kemajuan Pendidikan Islam
Dari #KataBisaUntag Mencerminkan Motivasi di Era Digital
Ketika Tabarruj Dianggap Biasa: Saatnya Kita Bertanya

Berita Terkait

Selasa, 19 Agustus 2025 - 17:11 WIB

Refleksi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 80: Migas Sumenep, Siapa Diuntungkan?

Senin, 18 Agustus 2025 - 09:18 WIB

Komisi Informasi: Seleksi, dan Nyinyir yang Tak Pernah Usai

Rabu, 30 Juli 2025 - 16:42 WIB

Madura di Persimpangan Jalan: Menjadi Provinsi atau Tetap Bersama Jawa Timur?

Rabu, 30 Juli 2025 - 14:36 WIB

Dana yang Menguap pada Hukum yang Mengendap: Drama Panjang BSPS

Sabtu, 12 Juli 2025 - 12:10 WIB

DPRD Bukan Lembaga Wisata, APBD Bukan Tiket Pelesiran

Berita Terbaru

You cannot copy content of this page