Siti Fannyatul Maghfiroh (Mahasiswa Uimsya Blokagung BWI).
KOLOM – Matematika, yang sering dianggap sebagai bahasa universal, memainkan peran krusial dalam berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari rekayasa hingga seni.
Salah satu manifestasi paling mendalam dan bermakna dari matematika adalah dalam penentuan waktu salat, sebuah kewajiban fundamental bagi umat Muslim di seluruh dunia.
Proses kompleks ini, yang melibatkan perhitungan astronomi dan geometri bola, menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip matematika diterapkan secara praktis untuk memenuhi kebutuhan spiritual.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Inti dari penentuan waktu salat terletak pada posisi matahari di langit. Salat, yang terdiri dari lima waktu yang berbeda (Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya), masing-masing terikat pada posisi matahari yang spesifik.
Subuh dimulai sebelum matahari terbit, Zuhur saat matahari mencapai titik tertinggi, Asar di tengah antara Zuhur dan Magrib, Magrib saat matahari terbenam, dan Isya setelah senja menghilang sepenuhnya.
Penentuan waktu-waktu ini memerlukan pemahaman mendalam tentang pergerakan matahari, yang dijelaskan melalui konsep-konsep matematika.
Astronomi, sebagai cabang matematika terapan, memberikan kerangka kerja untuk memahami pergerakan matahari. Bumi berputar pada sumbunya dan mengelilingi matahari dalam orbit elips.
Gerakan-gerakan ini menyebabkan perubahan harian dan tahunan dalam posisi matahari di langit.
Untuk menentukan waktu salat, para ilmuwan dan ahli agama menggunakan persamaan matematika untuk menghitung deklinasi matahari (sudut antara matahari dan khatulistiwa langit), ketinggian matahari (sudut antara matahari dan cakrawala), serta waktu matahari terbit dan terbenam di lokasi geografis tertentu.
Geometri bola juga sangat penting. Bumi berbentuk bulat, dan posisi matahari di langit dapat diukur menggunakan koordinat bola. Perhitungan waktu salat melibatkan konversi antara koordinat geografis (lintang dan bujur) dan koordinat langit (deklinasi dan asensi rektascensi).
Selain itu, perhitungan ini mempertimbangkan zona waktu, yang merupakan hasil pembagian bumi secara longitudinal.
Proses perhitungan ini melibatkan fungsi-fungsi trigonometri seperti sinus, kosinus, dan tangen, serta konsep kalkulus untuk memperkirakan perubahan posisi matahari dari waktu ke waktu.
Di masa lalu, perhitungan dilakukan secara manual dengan alat seperti astrolab dan kuadran.
Kini, teknologi telah memudahkan proses ini melalui perangkat lunak dan aplikasi yang menggunakan algoritma matematika untuk menghitung waktu salat secara otomatis dan akurat.
Lebih dari sekadar teknis, penentuan waktu salat mencerminkan nilai budaya dan spiritual. Jadwal waktu salat membantu umat Muslim mengatur aktivitas harian mereka, menjaga koneksi spiritual, serta mempererat rasa kebersamaan dengan komunitas global.
Ketepatan waktu ini juga menjadi pengingat akan keteraturan dan keindahan alam semesta, yang tersingkap melalui logika matematika.
___________
*Oleh: Siti Fannyatul Maghfiroh (Mahasiswa Uimsya Blokagung BWI)
Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Malang sukses menyelenggarakan Training Raya Nasional 2025 dengan format baru yang…
Kapolsek Guluk-Guluk, AKP Akhmad Gandi, S.H., menyampaikan bahwa peringatan Hari Bhayangkara kali ini harus menjadi…
Jaringan Kawal Jawa Timur menilai KPK lamban dan cenderung tebang pilih. Dalam aksi demonstrasi di…
Buntut adanya dugaan carut marutnya pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) sebagaimana…
Peringatan Hari Bhayangkara ke-79 di Lapangan Pancasila Kota Salatiga berlangsung dengan penuh khidmat dan kebersamaan.…
Dalam unggahan mereka yang bernada reflektif dan menggugah, kelompok ini menyoroti bagaimana kampus hari ini…
This website uses cookies.