Sejak pembentukan negara Israel pada 1948 oleh keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebagian besar orang Arab yang pernah tinggal atau menduduki wilayah Palestina dan juga mereka yang berada di negara-negara tetangga menganggap keputusan tersebut tidak adil.
Penolakan terhadap keberadaan Israel pun meluas di dunia Arab, dan konflik Israel-Palestina resmi dimulai. Sejak saat itu, perang demi perang terus terjadi dan konflik tidak juga kunjung padam.
Bertahun-tahun dunia menyaksikan penderitaan rakyat Palestina yang terus dikepung oleh militer, blokade ekonomi, dan krisis kemanusiaan yang tak pernah kunjung usai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Setiap kali membuka data korban gerakan Zionis terhadap Palestina, maka kita akan menemukan korban yang banyak dari kalangan sipil, mulai dari anak-anak, perempuan, hingga lansia yang tak pernah berdosa atas konflik ini.
Rumah hancur, sekolah luluh lantak, rumah sakit tak lagi aman dan kehidupan sehari-hari menjadi perjuangan hanya untuk bertahan hidup.
Sayangnya, masih banyak yang salah pikir atas apa yang terjadi. Banyak yang melihat konflik ini hanya sebatas isu agama, seolah-olah ini hanya pertikaian antara dua keyakinan.
Padahal yang terjadi jauh lebih kompleks. Ini adalah bentuk penjajahan modern, pelanggaran hak asasi manusia, dan permainan geopolitik global.
Palestina menjadi ajang tarik-menarik kepentingan negara-negara besar, sementara rakyat terjebak dalam ketidakberdayaan yang berkepanjangan.
Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia sebenarnya memiliki hubungan emosional, ideologis, dan historis yang kuat dengan perjuangan rakyat Palestina.
Lebih dari itu, UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, dan hal ini menjadi landasan moral bagi Indonesia untuk terus mendukung kemerdekaan Palestina.
Di tengah keterbatasan diplomatik, masyarakat sipil Indonesia memiliki potensi besar untuk memainkan peran aktif dalam memberikan dukungan, membangun kesadaran global, dan mendorong aksi nyata bagi kemanusiaan di Palestina.
Perang Palestina bukanlah masalah yang hanya menjadi urusan individu yang tinggal di sana atau negara-negara besar yang berkepentingan langsung. Ini adalah masalah kemanusiaan yang menjadi urusan setiap manusia di bumi ini.
Solidaritas bukanlah sekadar bicara tentang kemanusiaan, tetapi melakukan sesuatu yang konkret: kampanye sosial, penggalangan dana, edukasi publik, hingga pemasaran produk-produk terkait Palestina.
Indonesia memiliki posisi strategis dan jaringan yang luas untuk mendorong diplomasi rakyat.
Ketika dunia tertidur, kita tidak bisa tidur. Palestina tidak hanya membutuhkan simpati, tetapi yang terpenting, dukungan yang terus-menerus dan sadar dari seluruh umat manusia.
Sudah saatnya kita melakukan sesuatu sekarang. Palestina membutuhkan kita, dan kita dapat menciptakan perubahan.
* Penulis : Moh Nurisul Anwar, S.M Bis
(Ketua Umum DPP FKMSB 2025-2027).
Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Malang sukses menyelenggarakan Training Raya Nasional 2025 dengan format baru yang…
Kapolsek Guluk-Guluk, AKP Akhmad Gandi, S.H., menyampaikan bahwa peringatan Hari Bhayangkara kali ini harus menjadi…
Jaringan Kawal Jawa Timur menilai KPK lamban dan cenderung tebang pilih. Dalam aksi demonstrasi di…
Buntut adanya dugaan carut marutnya pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) sebagaimana…
Peringatan Hari Bhayangkara ke-79 di Lapangan Pancasila Kota Salatiga berlangsung dengan penuh khidmat dan kebersamaan.…
Dalam unggahan mereka yang bernada reflektif dan menggugah, kelompok ini menyoroti bagaimana kampus hari ini…
This website uses cookies.