Konflik Palestina: Ketika Dunia Diam, Rakyat Sipil Harus Bergerak

- Publisher

Senin, 21 April 2025 - 19:57 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Awal Konflik dan Derita yang Tak Berkesudahan

Sejak pembentukan negara Israel pada 1948 oleh keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebagian besar orang Arab yang pernah tinggal atau menduduki wilayah Palestina dan juga mereka yang berada di negara-negara tetangga menganggap keputusan tersebut tidak adil.

Penolakan terhadap keberadaan Israel pun meluas di dunia Arab, dan konflik Israel-Palestina resmi dimulai. Sejak saat itu, perang demi perang terus terjadi dan konflik tidak juga kunjung padam.

Bertahun-tahun dunia menyaksikan penderitaan rakyat Palestina yang terus dikepung oleh militer, blokade ekonomi, dan krisis kemanusiaan yang tak pernah kunjung usai.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Setiap kali membuka data korban gerakan Zionis terhadap Palestina, maka kita akan menemukan korban yang banyak dari kalangan sipil, mulai dari anak-anak, perempuan, hingga lansia yang tak pernah berdosa atas konflik ini.

Baca Juga :  Sumenep Banjir Rokok Ilegal, Ternak Pita Cukai, Pengusaha Bentuk Paguyuban: Strategi Bertahan atau Siasat Bertahan Hidup?

Rumah hancur, sekolah luluh lantak, rumah sakit tak lagi aman dan kehidupan sehari-hari menjadi perjuangan hanya untuk bertahan hidup.

Bukan Sekadar Isu Agama

Sayangnya, masih banyak yang salah pikir atas apa yang terjadi. Banyak yang melihat konflik ini hanya sebatas isu agama, seolah-olah ini hanya pertikaian antara dua keyakinan.

Padahal yang terjadi jauh lebih kompleks. Ini adalah bentuk penjajahan modern, pelanggaran hak asasi manusia, dan permainan geopolitik global.

Palestina menjadi ajang tarik-menarik kepentingan negara-negara besar, sementara rakyat terjebak dalam ketidakberdayaan yang berkepanjangan.

Baca Juga :  DPRD Bukan Lembaga Wisata, APBD Bukan Tiket Pelesiran

Peran Indonesia dan Kekuatan Masyarakat Sipil

Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia sebenarnya memiliki hubungan emosional, ideologis, dan historis yang kuat dengan perjuangan rakyat Palestina.

Lebih dari itu, UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, dan hal ini menjadi landasan moral bagi Indonesia untuk terus mendukung kemerdekaan Palestina.

Di tengah keterbatasan diplomatik, masyarakat sipil Indonesia memiliki potensi besar untuk memainkan peran aktif dalam memberikan dukungan, membangun kesadaran global, dan mendorong aksi nyata bagi kemanusiaan di Palestina.

Saatnya Bergerak, Bukan Hanya Simpati

Perang Palestina bukanlah masalah yang hanya menjadi urusan individu yang tinggal di sana atau negara-negara besar yang berkepentingan langsung. Ini adalah masalah kemanusiaan yang menjadi urusan setiap manusia di bumi ini.

Baca Juga :  Dari #KataBisaUntag Mencerminkan Motivasi di Era Digital

Solidaritas bukanlah sekadar bicara tentang kemanusiaan, tetapi melakukan sesuatu yang konkret: kampanye sosial, penggalangan dana, edukasi publik, hingga pemasaran produk-produk terkait Palestina.

Indonesia memiliki posisi strategis dan jaringan yang luas untuk mendorong diplomasi rakyat.

Ketika dunia tertidur, kita tidak bisa tidur. Palestina tidak hanya membutuhkan simpati, tetapi yang terpenting, dukungan yang terus-menerus dan sadar dari seluruh umat manusia.

Sudah saatnya kita melakukan sesuatu sekarang. Palestina membutuhkan kita, dan kita dapat menciptakan perubahan.

 

* Penulis : Moh Nurisul Anwar, S.M Bis
(Ketua Umum DPP FKMSB 2025-2027).

Follow WhatsApp Channel timesin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Refleksi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 80: Migas Sumenep, Siapa Diuntungkan?
Komisi Informasi: Seleksi, dan Nyinyir yang Tak Pernah Usai
Madura di Persimpangan Jalan: Menjadi Provinsi atau Tetap Bersama Jawa Timur?
Dana yang Menguap pada Hukum yang Mengendap: Drama Panjang BSPS
DPRD Bukan Lembaga Wisata, APBD Bukan Tiket Pelesiran
Berpikir Kritis: Mengakui Kekurangan Sebagai Strategi Kemajuan Pendidikan Islam
Dari #KataBisaUntag Mencerminkan Motivasi di Era Digital
Ketika Tabarruj Dianggap Biasa: Saatnya Kita Bertanya

Berita Terkait

Selasa, 19 Agustus 2025 - 17:11 WIB

Refleksi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 80: Migas Sumenep, Siapa Diuntungkan?

Senin, 18 Agustus 2025 - 09:18 WIB

Komisi Informasi: Seleksi, dan Nyinyir yang Tak Pernah Usai

Rabu, 30 Juli 2025 - 16:42 WIB

Madura di Persimpangan Jalan: Menjadi Provinsi atau Tetap Bersama Jawa Timur?

Rabu, 30 Juli 2025 - 14:36 WIB

Dana yang Menguap pada Hukum yang Mengendap: Drama Panjang BSPS

Sabtu, 12 Juli 2025 - 12:10 WIB

DPRD Bukan Lembaga Wisata, APBD Bukan Tiket Pelesiran

Berita Terbaru

You cannot copy content of this page