Indonesia Minus Akhlak – Etika “Personal – Sosial – Semesta”

- Publisher

Rabu, 10 Desember 2025 - 20:34 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Gus Badawi, (Kerabat Pemimpin Spiritual Nusantara)

 

 

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOLOM – Etika adalah batas yang membuat manusia dapat hidup bersama secara damai dan bermartabat.

Tanpa etika—tanpa rasa tanggung jawab, empati, atau pemahaman tentang benar dan salah—seseorang bisa bertindak sesuka hati tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain.

Ketika seseorang tidak memiliki etika, ia:

• Tidak menghormati hak dan batasan orang lain,

Baca Juga :  Evaluasi Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar di Kabupaten Sumenep

• Bertindak berdasarkan naluri atau kepentingan diri semata,

• Berpotensi merusak, menyakiti, atau menimbulkan kekacauan.

Inilah sebabnya ia diibaratkan sebagai binatang buas—bukan karena sifat biologis, tetapi karena ketiadaan kontrol moral yang menjadikan tindakannya tidak dapat diprediksi dan berbahaya.

Jadi, etika adalah yang membuat manusia benar-benar “manusia”; tanpanya, ia menjadi ancaman bagi lingkungan sosialnya. (Sajak Sastrawijaya) # quotes # albertcamus.

Pendidikan Belum Mentransformasi Kesadaran Anak-anak Bangsa

Sudah pendidikannya baru menghasilkan kesadaran “Tradisional Yang Irasional” (Prof Dr Soedijarto).

Baca Juga :  Catatan Politik Bamsoet : Reduksi Kompleksitas Masalah dengan Inisiatif Baru dan Stimulus Ekonomi

“Dengan kesadaran metadunia yang feodalis,” kata Prof Dr Soedjatmoko.

“Output Pendidikan tak melahirkan kesadaran etika sosial” (Prof Dr Qodri Azizi).

“CBSA artinya Cah Bodo Soyo Akeh – Anak-anak Bodo Makin Banyak (bukan Cara Belajar Siswa Aktif), berkurikulum Pawang Sirkus yang instruksional supervisial” (Prof Dr Conny Semiawan, Romo Mangunwidjaja).

Bukan pendidikan dengan filosofi “Ngerti, Ngroso, Nglakoni dengan Taman Siswanya sebagai Sekolah Kehidupan” (Kihajar Dewantoro), yang di Finlandia menjadi faktor kunci sebagai Pendidikan No.1 di dunia.

Baca Juga :  Matematika: Bahasa Keindahan Alam

Tidak melahirkan manusia berkarakter “Memayu hayu bawono – merahmati semesta, memayu hayu jalmo – membangun keunggulan-keunggulan kompetitif diri”, hanya melahirkan kesadaran pembebasan anak-anak bangsa yang lemas dan beku. (Prof. Dr. Romo Mudji Sutrisno).

Tak melahirkan manusia-manusia bijaksana yang berpegang pada filosofi Philosoper King (Prof. Dr. HAR Tilaar).

Follow WhatsApp Channel timesin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

SERAKAH-NOMICS
Evaluasi Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar di Kabupaten Sumenep
Catatan Politik Bamsoet: Merawat Pembangunan Berkelanjutan dan Peran Golkar di Tengah Perubahan
PIN Bukan Rahasia Lagi? Di Mana Nyangkut Uang Guru Ngaji di Balik Program Mulia Sumenep!
Banjir Aceh, Untungnya Masih Ada Harapan
PB HMI: Penderitaan Warga dan Legitimasi Hukum atas Penolakan Pembebasan Lahan Runway Bandara Arung Palakka Bone
Catatan Politik Bamsoet: Selaraskan Orientasi Partai Golkar dengan Program Prioritas Presiden
Catatan Politik Bamsoet: Soeharto dan Fakta Legasi yang Tak Terbantahkan

Berita Terkait

Rabu, 10 Desember 2025 - 20:34 WIB

Indonesia Minus Akhlak – Etika “Personal – Sosial – Semesta”

Selasa, 9 Desember 2025 - 14:14 WIB

SERAKAH-NOMICS

Minggu, 7 Desember 2025 - 20:14 WIB

Evaluasi Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar di Kabupaten Sumenep

Minggu, 7 Desember 2025 - 15:35 WIB

Catatan Politik Bamsoet: Merawat Pembangunan Berkelanjutan dan Peran Golkar di Tengah Perubahan

Minggu, 7 Desember 2025 - 01:31 WIB

PIN Bukan Rahasia Lagi? Di Mana Nyangkut Uang Guru Ngaji di Balik Program Mulia Sumenep!

Berita Terbaru

You cannot copy content of this page