Oleh: Gus Badawi, (Kerabat Pemimpin Spiritual Nusantara)
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
KOLOM – Etika adalah batas yang membuat manusia dapat hidup bersama secara damai dan bermartabat.
Tanpa etika—tanpa rasa tanggung jawab, empati, atau pemahaman tentang benar dan salah—seseorang bisa bertindak sesuka hati tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain.
Ketika seseorang tidak memiliki etika, ia:
• Tidak menghormati hak dan batasan orang lain,
• Bertindak berdasarkan naluri atau kepentingan diri semata,
• Berpotensi merusak, menyakiti, atau menimbulkan kekacauan.
Inilah sebabnya ia diibaratkan sebagai binatang buas—bukan karena sifat biologis, tetapi karena ketiadaan kontrol moral yang menjadikan tindakannya tidak dapat diprediksi dan berbahaya.
Jadi, etika adalah yang membuat manusia benar-benar “manusia”; tanpanya, ia menjadi ancaman bagi lingkungan sosialnya. (Sajak Sastrawijaya) # quotes # albertcamus.
Pendidikan Belum Mentransformasi Kesadaran Anak-anak Bangsa
Sudah pendidikannya baru menghasilkan kesadaran “Tradisional Yang Irasional” (Prof Dr Soedijarto).
“Dengan kesadaran metadunia yang feodalis,” kata Prof Dr Soedjatmoko.
“Output Pendidikan tak melahirkan kesadaran etika sosial” (Prof Dr Qodri Azizi).
“CBSA artinya Cah Bodo Soyo Akeh – Anak-anak Bodo Makin Banyak (bukan Cara Belajar Siswa Aktif), berkurikulum Pawang Sirkus yang instruksional supervisial” (Prof Dr Conny Semiawan, Romo Mangunwidjaja).
Bukan pendidikan dengan filosofi “Ngerti, Ngroso, Nglakoni dengan Taman Siswanya sebagai Sekolah Kehidupan” (Kihajar Dewantoro), yang di Finlandia menjadi faktor kunci sebagai Pendidikan No.1 di dunia.
Tidak melahirkan manusia berkarakter “Memayu hayu bawono – merahmati semesta, memayu hayu jalmo – membangun keunggulan-keunggulan kompetitif diri”, hanya melahirkan kesadaran pembebasan anak-anak bangsa yang lemas dan beku. (Prof. Dr. Romo Mudji Sutrisno).
Tak melahirkan manusia-manusia bijaksana yang berpegang pada filosofi Philosoper King (Prof. Dr. HAR Tilaar).












