Timesin.id, Jakarta – Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Hidayatullah (PP GMH) menegaskan pentingnya menjaga soliditas kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka hingga akhir masa jabatan 2029 sebagai kunci stabilitas nasional dan keberlanjutan demokrasi Indonesia.
Penegasan tersebut disampaikan dalam rangkaian Focus Group Discussion (FGD) dan diskusi publik bertajuk “Memajukan Indonesia” yang digelar di Jakarta, pada Jum’at (12/12/2025). Forum ini menyoroti urgensi sinergi yang konsisten antara presiden dan wakil presiden dalam menjalankan agenda pembangunan nasional.
Ketua Umum PP GMH, Rizki Ulfahadi, menilai transformasi bangsa tidak mungkin tercapai tanpa keselarasan visi di tingkat pimpinan nasional.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
> “Kestabilan arah kepemimpinan hanya mungkin terwujud jika presiden dan wakil presiden bekerja dalam orbit visi yang sama. Tanpa itu, kesinambungan agenda nasional akan mudah terganggu,” ujarnya dalam sesi FGD.
Menurut Rizki, stabilitas politik merupakan fondasi utama efektivitas kebijakan, keberlanjutan program strategis, serta kredibilitas Indonesia di mata publik dan komunitas internasional. Dalam konteks tersebut, kepemimpinan Prabowo–Gibran dinilai memikul tanggung jawab historis untuk membuka era baru pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat, pemerataan, serta modernisasi sektor-sektor strategis.
Senada dengan itu, Kepala Bidang Inovasi dan Kajian Strategis komunitas Biru Muda menekankan bahwa soliditas Prabowo–Gibran bukan sekadar harmoni personal, melainkan syarat mutlak kelancaran eksekusi kebijakan.
> “Ketika irama kepemimpinan sinkron, kepercayaan publik akan terjaga dan distorsi politik bisa dihindari,” katanya.
FGD tersebut juga menyoroti adanya desakan dari sejumlah kelompok purnawirawan yang meminta pemberhentian Wakil Presiden Gibran. Para peserta menilai desakan tersebut kontraproduktif dan berpotensi merusak sendi-sendi demokrasi.
Pemecatan terhadap pejabat yang dipilih melalui mekanisme pemilu dinilai dapat mengikis kepercayaan publik, sekaligus menempatkan Presiden Prabowo dalam posisi dilematis karena terkesan mengafirmasi praktik yang melemahkan legitimasi demokratis pasangan terpilih.
Juru Bicara Obor Kebangsaan mengingatkan bahwa tekanan politik semacam itu dapat menciptakan preseden berbahaya.
> “Jika jabatan wakil presiden bisa digoyang oleh kelompok tanpa mandat elektoral, maka setiap pemerintahan ke depan akan selalu berada dalam ancaman destabilitas,” tegasnya.
Ia menilai pola tersebut berisiko membuka ruang manipulasi politik yang dapat merusak stabilitas jangka panjang pemerintahan.
Karena itu, PP GMH menegaskan bahwa menjaga keberlanjutan kemitraan Prabowo–Gibran hingga akhir masa jabatan merupakan bagian dari upaya memperkuat budaya demokrasi di Indonesia. Pemerintahan yang kuat, menurut mereka, harus berdiri di atas legitimasi rakyat dan menjalankan amanat pemilu secara utuh.
Prabowo–Gibran dinilai perlu menyelesaikan masa jabatan secara penuh agar publik dapat menilai kinerja pemerintahan secara objektif, khususnya dalam agenda strategis seperti pembangunan infrastruktur, transformasi industri, reformasi birokrasi, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Sebagaimana dirangkum moderator FGD, konsistensi kepemimpinan nasional akan memperkuat struktur pemerintahan, menjaga keberlanjutan kebijakan, serta menjadi teladan bagi generasi pemimpin berikutnya bahwa mandat rakyat harus dihormati dan dijalankan secara penuh. (Red/Sky)












