Ardiansyah pada Kubangan Lumpur

- Publisher

Senin, 13 Oktober 2025 - 11:39 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Akhmadi Yasid, Anggota DPRD Kabupaten Sumenep, Fraksi PKB.

Akhmadi Yasid, Anggota DPRD Kabupaten Sumenep, Fraksi PKB.

*Oleh: Akhmadi Yasid (Anggota DPRD Sumenep)

 

KOLOM – Tiba-tiba saja, tanpa angin, tanpa hujan, sebuah kabar seperti petir di langit cerah menghantam telinga saya. Katanya, saya berada di balik proyek seragam dinas pendidikan senilai Rp 3 Miliar.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Awalnya saya pikir, ini sekadar guyon politik. Bumbu kecil di ruang tunggu rapat. Tapi rupanya tidak!

Seorang kolega di Komisi IV, sambil setengah bercanda, menyebut kabar itu dengan nada menggoda: “Katanya ente yang main di proyek seragam SD, Bro.”

Saya tertawa, tentu saja. Tapi di balik tawa itu ada rasa heran, juga geli. Sebab, saya tahu persis, logika tuduhan itu seaneh logika hujan turun dari tanah.

Ketua Komisi IV DPRD Sumenep, Mulyadi, yang biasanya ringan dalam humor dan santai dalam pembicaraan, kali ini terlihat agak serius.

Mulyadi mengulang kabar yang didengarnya: bahwa seorang Kabid SD di Dinas Pendidikan bernama Ardiansyah, dalam sebuah forum, menyebut saya “bermain proyek seragam SD”.

Baca Juga :  Di Ujung Ombak: Melodi Bahagia dan Gelisah Anak Kepulauan 

Begitu saja menggelinding. Tanpa data, tanpa bukti, hanya kabar yang mengalir seperti gosip di warung kopi. Tapi lalu diangkat menjadi tuduhan.

Saya bukan orang yang suka berpolemik, apalagi mengadu argumentasi di ruang publik tanpa dasar. Tapi sebagai anggota DPRD, saya berhak menjaga marwah lembaga dan nama baik pribadi.

Tuduhan itu bukan saja ngawur, tapi juga berbahaya — sebab dilontarkan oleh pejabat. Pejabat publik yang seharusnya paham etika bicara dan tanggung jawab moral.

Saya ini anggota Komisi III. Domain saya bidang pembangunan. Lalu tiba-tiba disebut ikut mengatur proyek di Dinas Pendidikan — yang jelas menjadi wilayah Komisi IV. Bukankah itu seperti menuduh pemain bola pindah lapangan tanpa ganti seragam?.

Lebih lucu lagi, sumber tuduhan kabarnya hanya karena “bahasanya media”. Entah media mana, entah kalimat apa.

Baca Juga :  Rokok Ilegal di Sumenep, Antara Tingginya Cukai dan Pendapatan Masyarakat

Di era ketika tafsir lebih cepat dari fakta, dan bisik-bisik lebih nyaring dari klarifikasi, kita seolah lupa bahwa fitnah paling sering lahir dari ruang kosong. Ruang yang tak diisi oleh keberanian untuk memeriksa kebenaran.

Kita tahu, di balik cerita ini ada wajah lama birokrasi yang alergi diawasi. Setiap kali ada anggota DPRD yang bertanya, dianggap mengatur. Setiap kali mengkritik, dianggap bermain.

Padahal yang seharusnya diawasi bukan niat pengawasan. Tapi justru perilaku pejabat yang menutupi informasi publik.

Saya mendengar pula, sang kabid dikenal dekat dengan Kepala Dinas, Agus Saputra. Tentu kedekatan itu bukan dosa. Tapi jika kedekatan membuat seseorang mudah menyebar kabar tanpa pikir panjang, maka yang tercemar bukan hanya nama orang. Tapi juga kredibilitas institusi tempat ia berdiri.

Baca Juga :  Patriotisme Konstitusional, Jalan Baru Kontribusi Militer Dalam Demokrasi dan Stabilitas Nasional

Saya tidak ingin memperpanjang soal ini. Tapi, ada yang lebih mengkhawatirkan dari sekadar tuduhan: yaitu menurunnya mutu rasionalitas di kalangan pejabat publik.

Kita makin sering berpikir dengan rasa, bukan dengan nalar; bereaksi dengan dugaan, bukan dengan data. Ardiansyah ini tamsilnya.

Satu hal yang pasti, fitnah sering kali berawal dari hal kecil — dari bisik yang tak dikoreksi, dari prasangka yang dibiarkan tumbuh. Dan saya percaya, waktu pada akhirnya akan menyingkap siapa yang bermain, dan siapa yang hanya dijadikan bahan permainan.

Di luar gedung itu, sebenarnya langit Sumenep cerah. Tapi di dalam, saya belajar satu hal: kadang yang paling menggelegar bukan petir di langit. Melainkan suara yang lahir dari ruang tanpa logika.

Tunggu saja petir itu akan memantul dalam gelap. Ardiansyah rasa-rasanya perlu dibawa ke ruang gelap itu. Maybe. (*)

Follow WhatsApp Channel timesin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Evaluasi Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar di Kabupaten Sumenep
Catatan Politik Bamsoet: Merawat Pembangunan Berkelanjutan dan Peran Golkar di Tengah Perubahan
PIN Bukan Rahasia Lagi? Di Mana Nyangkut Uang Guru Ngaji di Balik Program Mulia Sumenep!
Banjir Aceh, Untungnya Masih Ada Harapan
PB HMI: Penderitaan Warga dan Legitimasi Hukum atas Penolakan Pembebasan Lahan Runway Bandara Arung Palakka Bone
Catatan Politik Bamsoet: Selaraskan Orientasi Partai Golkar dengan Program Prioritas Presiden
Catatan Politik Bamsoet: Soeharto dan Fakta Legasi yang Tak Terbantahkan
Ketika Kekuasaan Tak Lagi Mendengar

Berita Terkait

Minggu, 7 Desember 2025 - 20:14 WIB

Evaluasi Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar di Kabupaten Sumenep

Minggu, 7 Desember 2025 - 15:35 WIB

Catatan Politik Bamsoet: Merawat Pembangunan Berkelanjutan dan Peran Golkar di Tengah Perubahan

Minggu, 7 Desember 2025 - 01:31 WIB

PIN Bukan Rahasia Lagi? Di Mana Nyangkut Uang Guru Ngaji di Balik Program Mulia Sumenep!

Sabtu, 6 Desember 2025 - 11:58 WIB

Banjir Aceh, Untungnya Masih Ada Harapan

Selasa, 2 Desember 2025 - 05:35 WIB

PB HMI: Penderitaan Warga dan Legitimasi Hukum atas Penolakan Pembebasan Lahan Runway Bandara Arung Palakka Bone

Berita Terbaru

Kepolisian Sektor (Polsek) Bluto, (Istimewa).

Kriminal

Polisi Kebut Kasus Penganiayaan Kurir SPX di Bluto

Minggu, 7 Des 2025 - 20:31 WIB

You cannot copy content of this page