SUMENEP – Pernyataan Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, Pada 13 Agustus 2025 di Aula Wiraraja lantai dua Kantor Pemkab Sumenep, mengenai petani yang dianggap sebagai penyumbang angka kemiskinan menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa.
Pernyataan tersebut memicu diskusi mendalam tentang bagaimana petani dipandang di masyarakat serta tantangan yang mereka hadapi.
Moh. Helmi, Kabid Intelektual Aliansi Mahasiswa Giliraja (AMG), menilai pernyataan itu tidak hanya menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap kondisi nyata petani, tetapi juga berpotensi memperburuk stigma negatif terhadap kelompok tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Mengamini pernyataan, Helmi, Ketua Umum AMG,Ilham Fikri Andri, menilai pernyataan Bupati Sumenep mencerminkan pandangan yang sempit tentang kehidupan petani.
Banyak petani bekerja keras untuk meningkatkan hasil pertanian, tetapi terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan akibat faktor eksternal seperti cuaca buruk, fluktuasi harga, dan keterbatasan akses terhadap sumber daya.
“Menyalahkan petani sebagai penyumbang kemiskinan tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas dianggap tidak adil,” ujar Fikri.
Salah satu isu utama yang dihadapi petani adalah ketidakpastian cuaca. Di Sumenep, fluktuasi iklim kerap menyebabkan gagal panen yang merugikan.
Bupati Fauzi sendiri mengakui bahwa cuaca yang tidak menentu dapat menyebabkan kerugian bagi petani. Namun, alih-alih memberikan solusi atau dukungan, pernyataannya justru menambah beban mental bagi para petani.
Keterbatasan Akses terhadap Sumber Daya
Petani juga sering menghadapi keterbatasan akses terhadap modal, pupuk, dan teknologi pertanian. Banyak di antara mereka tidak memiliki pengetahuan maupun kapasitas untuk mengadopsi praktik pertanian yang lebih baik.
Hal ini menjadi tantangan besar ketika mereka harus bersaing dengan petani dari daerah lain yang lebih maju. Dalam konteks ini, menyalahkan petani atas kemiskinan dianggap sebagai penyederhanaan yang tidak mencerminkan kompleksitas situasi yang sebenarnya.
Dampak Stigma Negatif
Romi Noer Alamsyah, Kabid Pengkaderan AMG, menilai stigma bahwa petani adalah penyebab kemiskinan dapat berdampak serius terhadap mental dan motivasi mereka.
“Petani adalah pahlawan pangan yang berkontribusi pada ketahanan pangan nasional. Alih-alih menempatkan mereka sebagai pihak yang bersalah, seharusnya ada upaya lebih untuk mendukung dan memberdayakan mereka agar bisa mandiri secara ekonomi. Kita akan mengawal sampai tuntas demi kesejahteraan petani,” ujar Romi, Minggu (17/8).
Stigma negatif yang terus dilabelkan kepada petani dapat mengurangi rasa percaya diri serta menghambat motivasi mereka untuk berinovasi. Aliansi Mahasiswa Giliraja mengajak masyarakat untuk memahami bahwa petani adalah bagian integral dari perekonomian yang harus diperlakukan dengan hormat serta mendapat dukungan.
Masyarakat perlu lebih menghargai kerja keras petani. Mereka tidak hanya bertani untuk kepentingan sendiri, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat luas.
Mengubah narasi negatif menjadi positif merupakan langkah penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung petani. AMG juga menekankan peran media dalam membangun citra positif mengenai petani dan kontribusinya.
Seruan untuk Aksi Kolektif
Melalui berbagai diskusi dan forum, Aliansi Mahasiswa Giliraja melalui Kabid Intelektual Moh. Helmi mengajak masyarakat untuk bersama-sama mendukung petani.
Mereka menyerukan perlunya kebijakan yang lebih inklusif serta program yang membantu petani mengatasi tantangan, seperti pelatihan manajemen risiko, akses permodalan, dan penerapan teknologi pertanian yang lebih baik.
Helmi menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan petani. Pemerintah harus lebih peka terhadap kebutuhan petani dengan membuka ruang dialog yang konstruktif.
Dukungan berupa pelatihan, akses informasi, dan bantuan finansial diperlukan untuk meningkatkan produktivitas sekaligus ketahanan ekonomi petani.
Inovasi dalam Pertanian
Inovasi juga menjadi kunci dalam meningkatkan hasil dan pendapatan petani. Dengan mengadopsi teknologi modern, petani dapat meningkatkan efisiensi sekaligus mengurangi risiko.
Mahasiswa mendorong pemerintah memberikan insentif untuk penelitian dan pengembangan sektor pertanian serta memfasilitasi akses petani terhadap teknologi terbaru.
Helmi juga menegaskan: “Pernyataan Bupati Sumenep tentang petani perlu ditanggapi dengan serius. Aliansi Mahasiswa Giliraja dan berbagai elemen masyarakat lainnya berkomitmen untuk melawan stigma negatif dan mendukung petani. Ini adalah waktu yang tepat untuk mengubah narasi dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi petani agar bisa berkontribusi lebih besar terhadap pembangunan daerah dan mengurangi angka kemiskinan,” kata dia.
Dengan dukungan yang tepat, petani dapat menjadi pendorong utama dalam pengembangan ekonomi lokal maupun nasional.
Masyarakat, mahasiswa, dan pemerintah harus bersatu menciptakan kebijakan yang mendukung pertanian berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan petani.
Dengan demikian, angka kemiskinan dapat ditekan sekaligus membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
“Kami tidak akan tinggal diam, apapun akan kami lakukan demi keadilan,” pungkasnya.