JAKARTA – Pemulihan infrastruktur pendidikan pasca bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Barat (Sumbar) dan Sumatera Utara (Sumut), menjadi fokus utama pemerintah, Selasa (9/12).
Selain fokus perbaikan infrastruktur pendidikan, fokus pemulihan kesehatan mental siswa dan guru juga menjadi pilar utama dalam pendidikan.
Dorongan pemulihan kesehatan mental siswa dan guru itu di sampaikan Kurniasih Mufidayati, Wakil Ketua Komisi X DPR RI.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernyataan Kurniasih tersebut merespon data terbaru yang di keluarkan Kemendikdasmen yang menunjukkan bahwa 1.009 sekolah terdampak bencana di tiga provinsi—310 di Aceh, 385 di Sumut, dan 314 di Sumbar.
Kerusakan sekolah yang luas ini, kata Kurniasih, memiliki dampak langsung terhadap kondisi mental anak dan tenaga pendidik.
“Kerusakan sekolah tidak hanya meruntuhkan ruang belajar, tetapi juga mengguncang rasa aman anak-anak. Kita harus ingat bahwa mereka baru saja melewati pengalaman traumatis—terjebak banjir, kehilangan barang, bahkan harus mengungsi,” ujar Kurniasih dalam keterangannya kepada media, Selasa (9/12).
Pasca Bencana, Siswa Sulit Konsentrasi Belajar
Lebih lanjut, Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menjelaskan. Menurut data laporan di lapangan, banyak anak di pos pengungsian menunjukkan tanda stres seperti mudah menangis, takut berpisah dari orang tua, sulit tidur, hingga kehilangan konsentrasi belajar.
“Pembelajaran di posko pengungsian tidak boleh di samakan dengan pembelajaran reguler. Fasilitas boleh sederhana, tapi pendekatannya harus ramah psikologis. Anak butuh aktivitas pemulihan, bukan tekanan,” tegasnya.
Ia meminta pemerintah daerah menggandeng konselor sekolah, seperti psikolog, relawan MHPSS, dan tenaga pendidik untuk mengadakan kegiatan trauma healing, kelas kreatif, seni, dan permainan terstruktur.
Kurniasih yang juga sebagai Ketua DPP PKS Bidang Pendidikan dan Kesehatan, mengingatkan bahwa guru bukan sekadar fasilitator pendidikan, mereka juga manusia yang terdampak langsung oleh bencana.
Kondisi Guru Masih Trauma
Banyak guru di Aceh Tamiang, Pidie Jaya, Pasaman, Padang Pariaman, dan Deli Serdang dilaporkan trauma.
Mereka kehilangan rumah, kendaraan, dokumen pribadi, serta perlengkapan mengajar. Meski trauma, guru masih tetap mengajar di tenda-tenda darurat.
“Guru juga mengalami trauma. Ada guru yang kehilangan rumah dan asetnya, tapi tetap mengajar anak-anak di pengungsian. Stres mereka berat dan kita tidak boleh mengabaikan kondisi mereka,” katanya.
Kurniasih menegaskan bahwa guru juga membutuhkan pendampingan mental, bukan hanya bantuan logistik.
Ia mendesak Kemendikdasmen dan pemerintah daerah untuk menyediakan layanan dukungan psikososial (MHPSS) khusus tenaga pendidik dan siswa, memberi insentif tambahan untuk guru terdampak.
Serta menyediakan ruang aman bagi guru untuk memulihkan kondisi emosionalnya.
Bagi Komisi X, pemulihan kesehatan mental merupakan aspek yang tidak boleh dilewati dalam penanganan darurat pendidikan.
“Anak yang trauma tidak siap belajar. Guru yang lelah secara emosional tidak siap mengajar. Maka pemulihan psikososial harus menjadi pilar utama pemulihan pendidikan pascabencana,” tandasnya.












