Taman Nasional Komodo ‘Terluka’, Karang Dirantai Jangkar Kapal Apik

- Publisher

Minggu, 2 November 2025 - 13:51 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

JAKARTA – Insiden kapal wisata bernama Apik yang dilaporkan merusak terumbu karang di perairan Pulau Sebayur Kecil, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, pada Sabtu (25/10), memicu keprihatinan publik dan kritik tajam dari masyarakat maupun kalangan akademisi maritim. Video yang beredar di media sosial memperlihatkan jangkar kapal dijatuhkan dan diseret begitu saja di dasar laut pada kedalaman sekitar lima hingga tujuh meter, menghantam struktur karang yang menjadi habitat penting bagi ekosistem bawah laut.

Menurut penjelasan DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., S.H., M.H., M.Mar., bahwa Pulau Sebayur Kecil selama ini dikenal sebagai salah satu lokasi penyelaman favorit wisatawan domestik maupun mancanegara, karena keragaman biota laut dan keindahan terumbu karangnya. “Maka kerusakan akibat tarikan jangkar Kapal Apik, jelas bukan sebagai tindakan sepele, ini kejahatan serius yang dapat menghapus puluhan tahun pertumbuhan alami karang dan memicu degradasi ekosistem laut dalam jangka panjang. Harus ada pihak yang bertanggung jawab atas hal ini,” ujar Capt. Hakeng, di Jakarta, 02/11/2025.

Pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC) yang dikenal kritis ini menegaskan pula, bahwa insiden ini tidak bisa dipandang hanya sebagai kelalaian nakhoda atau kesalahan teknis semata. “Kerusakan terumbu karang dalam kawasan konservasi seperti Taman Nasional Komodo adalah pelanggaran ekologis serius. Ini bukan hanya soal satu kapal, tetapi potret kegagalan tata kelola pariwisata bahari yang tidak seimbang antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan,” tegas Capt. Hakeng.

Ditambahkan olehnya, kerusakan terumbu karang membawa konsekuensi ekologis dan ekonomi sekaligus. Karang merupakan rumah bagi biota-biota laut, pelindung garis pantai dari abrasi, serta daya tarik utama wisata bahari Indonesia. Namun, ia hanya tumbuh beberapa milimeter hingga sentimeter per tahun. “Sekali rusak, kita kehilangan puluhan tahun pertumbuhan. Ini bukan hanya kehilangan estetika laut, tapi juga kehilangan sumber kehidupan ikan, tempat bertelur, hingga sumber penghidupan masyarakat lokal,” tegasnya.
Capt. Hakeng menilai perlindungan kawasan wisata laut belum dijalankan dengan serius. Meski berada dalam kawasan konservasi, kapal wisata di Sebayur Kecil masih bebas membuang jangkar tanpa sistem jalur tambat atau mooring buoy yang semestinya menjadi standar di lokasi-lokasi penyelaman. “Jika sebuah area konservasi tidak ditentukan titik koordinat untuk tambat resmi, jika pengawasan tidak berbasis teknologi, maka insiden seperti ini hanya tinggal menunggu waktu berulang lagi,” tambahnya.

Ia juga menyampaikan pandangan kritis yang diarahkan pada lemahnya koordinasi antarinstansi. Taman Nasional Komodo berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), namun aktivitas kapal diatur oleh Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) di bawah Kementerian Perhubungan. Di sisi lain, kawasan ini telah ditetapkan sebagai destinasi wisata super prioritas oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sementara itu, perlindungan ekosistem laut berada dalam kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Ini tidak bisa hanya berhenti pada penahanan kapal atau nakhodanya. Empat kementerian harus bergerak bersama serta seirama. Tidak bisa terdapat “Empat Nakhoda dalam satu kapal”, bingung nanti kapalnya mau dibawa kemana. Harus ditentukan siapa yang menjadi penentu kebijakan dan penanggung jawab atas penegakan aturan disana. Kalau tidak, kita hanya akan terus mengulang kesalahan yang sama,” kata Capt. Hakeng. Ditambahkan lagi olehnya bahwa secara hukum, insiden ini berpotensi masuk ranah pidana serta perdata lingkungan. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kerusakan lingkungan wajib bertanggung jawab.

Baca Juga :  Ternyata Dalam Rangka ini Kapolres Pamekasan Kunjungi SLB PGRI

Juga, tambah Capt. Hakeng, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mengatur sanksi bagi tindakan yang merusak ekosistem dalam kawasan taman nasional. “Negara memiliki dasar hukum yang kuat untuk menindak. Penegakan hukum bukan untuk menghukum pelaku semata, tetapi untuk menyelamatkan integritas lingkungan dan memastikan kekayaan alam kita ini tetap bisa dinikmati oleh anak cucu kita kedepan,” jelas Capt. Hakeng.

Namun, ia mengingatkan bahwa penegakan hukum harus dibarengi reformasi tata kelola wisata laut. Banyak operator wisata, menurutnya, lebih mengejar keuntungan tanpa memahami aturan konservasi. Pelatihan bagi nakhoda kapal tentang teknik berlabuh jangkar ramah lingkungan, zonasi karang, dan pengetahuan mengenai arus laut masih terasa sangat minim. Pemerintah daerah pun masih terlihat lebih gencar membangun bandara, hotel dan dermaga daripada mengutamakan kepastian perlindungan ekosistem laut yang justru menjadi alasan wisatawan datang, kedepan saya mengharapkan fokus Pemerintah Daerah bisa dibagi juga terkait kepastian perlindungan lingkungannya.

Capt. Hakeng mendorong KLHK melakukan audit ekologis dan pemulihan kawasan terdampak melalui restorasi aktif seperti transplantasi karang. Ia juga mendorong dipasangnya mooring buoy oleh KKP di seluruh lokasi wisata selam. Kementerian Pariwisata disebutnya pula perlu menetapkan standar sertifikasi wisata bahari lestari, sementara Kementerian Perhubungan wajib memperketat izin kapal wisata dan menerapkan teknologi pelacakan posisi kapal secara real-time untuk mencegah kapal masuk ke zona terlarang.

Baca Juga :  MD Forhati Pamekasan Santuni Anak Yatim dan Kaum Dhuafa

Selain pemerintah pusat, ia juga menilai peran masyarakat lokal sangat vital. “Nelayan, pemandu selam, komunitas adat, mereka semua bisa menjadi penjaga ekosistem jika diberi pelatihan cukup, kewenangan dan akses pelaporan yang jelas. Mereka tinggal dan bergantung pada laut, mereka adalah garda terdepan,” ujarnya.

Dari semua itu yang tidak kalah pentingnya pula, tambah Capt. Hakeng, adalah citra bangsa sebagai negara maritim yang bertanggung jawab. “Kita selalu bicara sebagai Poros Maritim Dunia. Tapi bagaimana mungkin dunia menghormati kita jika menjaga terumbu karang milik bangsa sendiri saja kita gagal? Bagi Bangsa Maritim, Laut bukan halaman belakang, tapi beranda utama,” tandasnya.

Capt. Hakeng mengajak semua pihak melihat insiden kapal Apik bukan sekadar sebagai peristiwa hukum, tetapi sebagai momentum perubahan. “Ini harus menjadi titik balik. Pemerintah jangan hanya hadir saat promosi wisata, tapi juga saat laut terluka. Pelaku wisata harus sadar, karang bukan batu mati, tetapi rumah kehidupan. Dan kita semua harus bertanya, apakah kita masih punya keberanian untuk berubah sebelum laut kehilangan suaranya,” imbuh Capt. Hakeng.***

Follow WhatsApp Channel timesin.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Kaukus MR Desak Gubernur Jatim Tetapkan KEK Tembakau Madura
KNPI Pamekasan Resmi Dilantik: Siap Dukung Tranformasi Pembangunan Daerah 
Kelangkaan Pupuk Bersubsidi di Kelbung Bangkalan Dibantah UD Tri Al-Barokah
98 Resolution Network Kembali Laksanakan Gerakan Solidaritas Sosial #WargaPeduliWarga Jilid 6
HMI Cabang Malang Anugerahkan Penghargaan Kader Berprestasi 2025
Madura Untuk Indonesia, CEO Bawang Mas H Her Dapat Penghargaan Prestisius Dari CNN 
Warga Kurang Mampu Dapat Layanan Kesehatan, RSUD Cilograng Apresiasi Langkah Gubernur Banten
Kuasa Hukum IWD Minta Angga Susanto dihadirkan dengan paksa

Berita Terkait

Senin, 3 November 2025 - 18:14 WIB

Kaukus MR Desak Gubernur Jatim Tetapkan KEK Tembakau Madura

Minggu, 2 November 2025 - 18:15 WIB

KNPI Pamekasan Resmi Dilantik: Siap Dukung Tranformasi Pembangunan Daerah 

Minggu, 2 November 2025 - 17:13 WIB

Kelangkaan Pupuk Bersubsidi di Kelbung Bangkalan Dibantah UD Tri Al-Barokah

Minggu, 2 November 2025 - 13:51 WIB

Taman Nasional Komodo ‘Terluka’, Karang Dirantai Jangkar Kapal Apik

Minggu, 2 November 2025 - 06:52 WIB

98 Resolution Network Kembali Laksanakan Gerakan Solidaritas Sosial #WargaPeduliWarga Jilid 6

Berita Terbaru

Pendidikan

Bamsoet Soroti Pergeseran Nilai Demokrasi Indonesia

Senin, 3 Nov 2025 - 20:39 WIB

Kolom

Kaum Muda Berbasis Ekonomi Kerakyatan dan Pro UKM

Senin, 3 Nov 2025 - 12:37 WIB

You cannot copy content of this page