SUMENEP – Di tengah ramainya kritik terhadap penanganan kasus pencurian sepeda motor yang melibatkan Rama sebagai tersangka, suara pembelaan muncul dari kalangan praktisi hukum.
Penetapan Rama sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Kanit Pidum Satreskrim Polres Sumenep, Aiptu Asmuni, S.H., M.Kn., dinilai telah sesuai prosedur hukum yang berlaku dan bukan bentuk pengalihan tanggung jawab sebagaimana dituduhkan sebagian pihak.
Zubairi, S.H., praktisi hukum asal Sumenep, angkat bicara untuk meluruskan narasi yang menurutnya telah melebar dan menyesatkan opini publik.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menilai banyak media terlalu cepat menyimpulkan bahwa Aiptu Asmuni sedang “cuci tangan”, padahal konteks penetapan DPO seharusnya dilihat dari aspek prosedural, bukan asumsi personal.
“Penetapan status DPO bukan bentuk pembiaran. Justru itu bukti bahwa proses hukum terus berjalan. Jangan samakan tidak ditahan dengan tidak diproses. Ini dua hal yang sangat berbeda,” tegas Zubairi, Jum’at (01/08).
Ia menekankan bahwa langkah tersebut berlandaskan pada Perkap No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan, yang secara tegas mengatur mekanisme penanganan tersangka yang belum tertangkap. Menurutnya, tindakan Polres Sumenep telah berada di jalur hukum yang tepat.
Lebih jauh, Zubairi mengkritik framing sejumlah media yang dinilainya tidak berimbang. Ia menyebut bahwa peliputan kasus semacam ini harus tetap berpijak pada asas praduga tak bersalah, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Media seharusnya tidak menjadi alat tekanan publik yang membunuh karakter seseorang sebelum ada putusan hukum. Aiptu Asmuni bahkan menyampaikan keterangan secara terbuka. Itu sikap transparan, bukan menghindar,” tandasnya.
Terkait isu adanya “uang pengondisian” yang turut menyeruak dalam pemberitaan, Zubairi mengingatkan agar tuduhan semacam itu tidak dilempar sembarangan.
Menurutnya, jika tidak disertai laporan resmi dan alat bukti, maka hal itu hanyalah opini yang bisa merugikan pihak tertentu.
“Kalau memang ada indikasi penyimpangan, laporkan secara resmi. Jangan hanya mendramatisir lewat opini liar di media,” tegasnya.
Ia juga menyinggung soal kerahasiaan informasi dalam penyidikan, di mana penyebutan nama tersangka ataupun DPO dalam sistem kepolisian tidak selalu harus dipublikasikan secara terbuka, kecuali dalam situasi yang memang membutuhkan intervensi publik. Hal ini, menurutnya, sesuai Perkap No. 6 Tahun 2019 dan prinsip kehati-hatian dalam penanganan perkara pidana.
Sebagai penutup, Zubairi mengimbau masyarakat agar tetap objektif dalam menyikapi informasi hukum, serta menyerahkan sepenuhnya proses penanganan perkara kepada institusi yang berwenang.
“Jangan terbawa emosi publik. Biarkan proses hukum berjalan sesuai koridor. Kalau ada pelanggaran prosedur, ada mekanisme pengawasannya. Kita tidak bisa mengadili hanya berdasarkan asumsi,” pungkasnya.